Cari Blog Ini

Selasa, 12 Oktober 2010

Refleksi Hijrah Menuju Peneguhan Citra dan Jati Diri NU

Oleh: Mahsun Mahfud

A. Pendahuluan
Nahdlatul Ulama (NU) adalah organisasi yang didirikan para kyai-kyai yang berpengaruh. Nahdlatul Ulama (NU) didirikan pada tanggal 31 Januari 1926 dalam sebuah rapat di Surabaya, yang menurut KH. Saifuddin Zuhri, dihadiri oleh KH. Hasyim Asy’ari, KH. Bisyri, KH. Ridwan, KH. Nawawi, KH. Doromuntaha (menantu KH. Cholil Bangkalan), dan banyak kyai lain. KH. Hasyim Asy'ari merupakan simbol ulama besar yang berpengaruh. Tujuan didirikannya Nahdlatul Ulama di antaranya adalah memelihara, melestarikan, mengembangkan dan mengamalkan ajaran Islam Ahlus Sunnah Wa al-Jama'ah
Kini NU hampir memasuki usia seabad (sekarang berumur 83 tahun), sebuah usia yang cukup panjang untuk sebuah organisasi masyarakat, bahkan lebih panjang dari usia kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945. Di tengah usia yang menjelang seabad ini, NU menghadapi problem-problem yang jauh kebih kompleks. Saat kelahirannya dulu, NU menghadapi dua hal: globalisasi wahhabi dan globalisasi imperialisme fisik Barat ke negara-negara dunia ketiga, termasuk di nusantara. Kini NU juga mengahadapi dua tantangan sekaligus: globalisasi Islam radikal dan globalisasi neoliberal. Keduanya akan menggerus nasib NU ke depan, bahkan bisa menghempaskan NU menjadi butiran-butiran pasir yang berceceran bila tidak direspon secara baik.
Secara internal, NU yang sudah cukup dewasa secara usia ini dihadapkan kepada dua tantangan yang mendasar yaitu pertama, tantangan untuk merealisasikan tujuan didirikannya NU oleh para founding father-nya. Kedua, tantangan yang bersifat eksistensial yaitu peneguhan citra dan jati diri NU di tengah-tengah realitas kehidupan masyarakat secara luas. Makalah ini mencoba untuk mendiskusikan tantangan yang disebut terakhir dengan menggunakan pendekatan reflektif atas peristiwa hijrah nabi Muhammad SAW.

B. Makna di Balik Peristiwa Hijrah Rasul Muhammad SAW
Jika kita renungkan kembali faktor social, ekonomi, dan teologis yang melatarbelakangi peristiwa hijrah dimana pada saat itu Rasul Muhammad SAW benar-benar dalam situasi yang repot, sulit dan menyedihkan karena terkungkung dalam tekanan orang-orang kafir dalam segala lini kehidupan social dan keagamaan. Oleh karena itu dapat dipahami bahwa hijrah sesungguhnya tidak sekedar peristiwa pindahnya Rasul Saw dari Mekkah ke Madinah. Secara umum hijrah tidak hanya diartikan pindah dari satu tempat ke tempat lain, tetapi hijrah sesungguhnya adalah sebuah upaya menarik diri dari perhelatan umum untuk melakukan kontemplasi dan mempersiapkan langkah-langkah menuju tercapainya sebuah keberhasilan. Pada titik inilah dapat dipahami bahwa hijrah Rasul Muhammad SAW –dilihat dari aspek sosilanya- sesungguhnya adalah merupakan upaya mencari lingkungan huidup yang baru yang memungkinkan terbentuknya masyarakat ideal yakni masayarakat adil, makmur, damai, tenteram, dan diridhai oleh Allah SWT.
Dalam kontek upaya meneguhkan citra dan jati diri NU, kiranya momentum hijrah dalam arti tersebut seharusnya dapat menjadi spirit NU secara organisasi dan nahdliyyin baik secara individual maupun secara kolektif untuk bahu-membahu meninggalkan masa lalu yang tidak menguntungkan menuju upaya mencapai masa depan yang lebih menguntungkan dalam berbagai aspek baik dalam aspek social, politik, ekonomi, maupun keagamaan dalam arti luas. Untuk melakukan upaya tersebut akata kuncinya adalah “pemberdayaan” NU secara jam’iyyah dan nahdliyyin secara personal sesuai dengan bidang dan kemampuan masing-masing di bawah panji-panji NU ala thariqati ahlissunnah wal jama’ah. Jika upaya ini dapat dilaksanakan maka tidak mustahil pada saatnya citra dan jati diri NU menjadi kenyataan positif bagi kehidupan anak manusia.

C. Citra dan Jati Diri NU
Dalam usia yang cukup dewasa ini kiranya NU dapat memetik hikmah perjalanannya meniti kehidupan berbangsa dan bernegara dalam rangka merealisasikan misi Islam rahmatan lil ‘alamin. Secara singkat –meminjam istilah KH. Ali Maksum- dapat disebutkan beberapa hal yang seharusnya dilakukan yaitu sebagai berikut:
1. NU harus banyak belajar dari sejarah hidupnya; Artinya NU harus mau melihat pasang-surut dan pamor kehidupan NU dari dulu hingga sekarang serta berbagai sebab yang melatarbelakangi. Dengan demikian diharapkan akan dapat menarik kesimpulan secara induktif untuk dirumuskan sebagai bekal menghadapi masa yang akan datang.
2. NU harus labih dewasa, arif dan bijak, Sikap arif dapat timbul dari kelembutan pikiran dalam mencerna dan memahami serta menghayati berbagai pengetahuan dan pengalaman. Sedangkan kebijakan dapat muncul karena keluhuran budi dalam menentukan sikap yang dilandasi sifat arif tersebut.
3. NU harus memikirkan masalah regenerasi baik secara fisik maupun secara aspiratif; Secara fisik, kita harus mulai berani menampilkan tenaga/pengurus baru dari kalangan kaum muda. Sedangkan secara aspiratif, kita harus mampu tidak hanya mentransfer nilai-nilai luhur NU secara utuh dalam kehidupan, tetapi juga harus mampu membuat terobosan baru untuk melahirkan rumusan-rumusan baru yang lebih segar tan kahilangan spirit dan nilai-nilai filosofis khittah NU 1926. Untuk itu diperlukan adanya komunikasi timbal balik yang sehat dan obyektif antara generasi tua dan generasi muda agar kelestarian dan kesinambungan estafet dalam mempertahankan nilai-nilai lihur tersebut berjalan secara dinamis dan produktif sesuai dengan konteksnya.
Tiga hal itulah kiranya merupakan citra NU yang harus diupayakan keutuhan dan eksistensinya. Jika citra diri tersebut dapat diimplementasikan dalam kehidupan NU secara jam’iyyah kiranya tidak berlebihan jika dikatakan jati diri atau kepribadian NU akan semakin tampak kokoh dan dapat mewarnai kehidupan anak manusia secara positif. Jati diri yang dimaksud adalah meliputi akidah, prinsip perjuangan, sistem dan pengaturan organisasi.
Dalam bidang akidah NU telah menetapkan dirinya sebagai pengusung dan pengamal serta pembela ajaran ahlissunnah wal jama’ah. Seadngakan prinsip perjuangan yang senantiasa harus dipertahankan adalah menjadikan NU sebagai wadah perjuangan untuk mengabdi dalam rangka meninggikan kalimah Allah dan memperjuangkan nasib kaum muslimin dan umat manusia secara umum. Secara organisasi, ulama yang biasanya ditempatkan pada jajaran syuriah tidak hanya diposisikan sebagai staf ahli atau penasehat yang tidak mempunyai peran yang signifikan, tetapi ulama menempati posisi tertinggi dan strategis serta mempunyai hak prerogatif dalam sistem keorganisasian NU.
Persoalannya adalah sering terjadi miss komunikasi atau bahkan kebuntuan komunikasi antara jajaran tanfidziah dan jajaran syuriah. Bahkan bisa saja terjadi tanfiziah meninggalkan syuriah, ketika tanfiziahnya klewat produktif dan klewat dinamis sementara syuriahnya cenderung pasif, tawakkal, atau bahkan falistik. Atau juga sebaliknya syuriah terlalu aktif dan powerfull dalam mengontrol jalannya organisasi sehingga tidak ada ruang bagi tanfiziah untuk mengembangkan kreatifitas manajemen organisasinya. Semua itu tentu tidak akan menguntungkan bagi kesinambungan NU secara jam’iyyah. Idealnya adalah Syuriah sebagai pemegang kendali organisasi seharusnya bekerja secara pro aktif dan produktif dalam menjalankan tugas strategis organisasi tetapi juga memberikan ruang gerak kepada tanfiziah untuk berkreasi menjalankan tugas organisasi yang telah diamantkan oleh syuriah dengan penuh tanggung jawab dan dedikasi serta loyalitas yang tinggi kepada jajaran syuriah.

D. Modal Perjuangan di NU
Di samping citra dan jati diri NU, modal utama perjuangan di NU adalah adanya keterikatan dan rasa memiliki warga NU terhadap jamiyyah NU. Selama ini NU terkesan belum menjadi jam’iyyah tetapi masih menjadi jama’ah karena di samping manajemen yang belum mencerminkan adanya jam’iyyah, juga karena keterikatan warga nahdliyyin terhadap NU rata-rata hanya pada tataran kultural dan emosional belum sampai kepada struktural keorganisasian.
Oleh karena itu –sebagaimana diwasiatkan oleh KH. Ali Maksum- kedepan perlu diupayakan adanya keterikatan warga NU terhadap jam’iyyah NU paling tidak dalam lima aspek yaitu:
1. As-Siqatu bi Nahdatil Ulamā; percaya dan berpegang teguh kepada NU.
2. Al-Ma’rifah wal Itqān bi Nahdatil Ulamā; Setiap warga NU harus mengerti tentang NU sehingga mengikuti NU tidak hanya berdasarkan kultur dan kebiasaan leluhur tetapi berdasarkan pengetahuan dan ilmu.
3. Al-‘Amalu bi Ta’līmi Nahdatil Ulamāi; berbuat dan beramal sesuai dengan tuntunan NU (ahlussunnah wal jama’ah.)
4. Al-Jihādu fi Sabīli Nahdatil Ulamā; memperjuangkan NU agar tetap lestari dan berkembang pesat.
5. As-Sābru fi Sabīli Nahdatil Ulamā; tangguh dan ulet dalam memperjuangkan NU.

E. Simpulan
Dari uraian di atas dapat ditarik simpulan bahwa Nahdlatul Ulama sebagai organisasi Islam terbesar di Indonesia akan senantiasa eksis dan dapat berdaya guna bagi kehidupan anak manusia manakala dimanaj dengan baik, ada kepedulian warganya kepada organisasi secara konsisten. Kepedulian itu seharusnya diwujudkan dalam bentuk upaya meneguhkan jati diri dan citra diri Nahdlatul Ulama dengan berlandaskan lima aspek keterikatan perjuangan warga NU terhadap jam’iyyahnya sebagaimana dijelaskan di atas.

REVITALISASI PERAN USHUL FIQH DALAM TRADISI SANTRI

Oleh: Mahsun Mahfud

A. Pendahuluan
Ajaran dan semangat Islam akan selalu bersifat universal (melintasi batas-batas zaman, ras, dan agama), rasional (akal dan hati nurani manusia sebagai partner dialog), dan necessary (suatu keniscayaan dan keharusan yang fitri), tetapi respon historis manusia dimana tantangan zaman yang mereka hadapi sangat berbeda dan bervariasi. Oleh karena itu secara otomatis akan menimbulkan corak dan pemahaman yang berbeda pula. Dalam konteks ini, ijtihād merupakan sesuatu yang tak pernah ditutup tetapi harus selalu digelorakan agar persoalan-persoalan seputar hukum fikih senantiasa dapat ditemukan jawabannya. Dengan demikian tidak ada kata ”mauquf” dalam pengkajian jawaban atas masalah-masalah baik yang bersifat waqi’iyyah, maudhu’iyyah, maupun qanuniyyah.
Dalam kontek menggelorakan ijtihad, Ilmu Usul Fiqh merupakan perangkat metodologi baku yang telah dibuktikan perannya oleh para pemikir Islam semisal Imam mazhab dalam menggali hukum Islam dan dalam bidang yang lain, dari sumber aslinya (al-Qur’an dan as-Sunnah). Namun dewasa ini fiqh Islam dianggap mandul karena peran kerangka teoritik ilmu Usūl al-Fiqh dirasa kurang relevan lagi untuk menjawab problem kontemporer. Oleh karenanya, kiranya cukup alasan jika muncul banyak tawaran metodologi baru dari para pakar hukum Islam kontemporer dalam usaha menggali hukum Islam dari sumber aslinya untuk disesuaikan dengan dinamika kemajuan zaman.
Kenyataan ini tidak bisa ditolak karena fenomena keangkuhan modernitas dan industrialisasi global telah menghegemoni seluruh lini kehidupan anak manusia sehingga memicu dinamika pemikiran Islam kontemporer dengan segala perangkat-perangkatnya termasuk metodologi Usūl al-Fiqh dan Qawāid al-Fiqhiyyah. Hal ini merupakan pekerjaan besar yang harus dilakukan dalam rangka membangun cita diri Islam (self image of Islam) di tengah kehidupan modern yang senantiasa berubah dan berkembang.
Kaum santri yang diharapkan dapat memberdayakan metodologi Usūl al-Fiqh tidak saja pada ranah teori tetapi juga pada ranah praktek, ternyata tidak selalu berbanding lurus dengan harapan tersebut. Pertanyaannya adalah mengapa fenomena itu terjadi, padahal boleh dikata sebagian besar -untuk tidak mengatakan semua- pesantren mengajarkan ushul fiqh bahkan sebagai kurikulum inti?. Makalah ini mencoba membincang revitalisasi peran metodologi Usūl al-Fiqh di kalangan kaum santri.

B. Ber-Ushul Fiqh: Tradisi Akademik Setengah Hati
Sebagai lembaga yang merawat tradisi sunni, pesantren melalui para kyainya mengajarkan kitab kuning yang ditulis para ulama sunni sekitar 800-an tahun yang lalu kepada para santrinya. Berdasarkan bukti-bukti historis yang ada, bisa dikatakan bahwa kitab kuning (termasuk kitab ushul fiqh dan qawaidul fiqhiyyah) di kalangan duni pesantren sesungguhnya telah menjadi text book, refrence, dan kurikulum permanen dalam sistem pendidikan pesantren dimulai dari abad ke-16. Kondisi seperti ini nampaknya menggairahkan jika dalam pembelajarannya betul-betul diarahkan kepada sebuah tujuan tercapainya kompetensi santri dalam melakukan istinbatul ahkam atau paling tidak diarahkan kepada tercapainya kompetensi memahami hasil ijtihad para fukaha dari sisi metodologinya. Artinya pembelajaran ushul fiqh akan bermakna jika didukung dengan praktikum dalam memecahkan persoalan-persoalan yang muncul di tengah masyarakat.
Budaya berfikih secara tektualis kaum santri nampaknya sengaja dipelihara melalui kurikulum yang diajarkan di pesantren dalam rentang waktu tanpa batas dan pada saat mereka berapologi bahwa upaya tersebut sebagai bentuk usaha nyata menjauhkan diri dari kesalahan. Akibatnya kalaupun prilaku istinbatul ahkam masih dilakukan oleh kaum pesantren tetapi paling banter hanya sebatas memberlakukan (tathbiq) nas-nas fuqaha secara dinamis dalam konteks permasalahan yang dicari hukumnya. Istinbat semacam ini dipilih karena dirasa libih praktis dan dapat dilakukan oleh semua kyai maupun santri yang telah mempunyai kompetensi dalam pembacaan dan pemahaman terhadap kitab-kitab kuning di pesantren.
Akibat prilaku istrinbat tersebut masyarakat pesantren (kyai dan sdantri) sering kali gagap ketika menghadapi persoalan-persoalan hukum yang relative baru dan tidak ditemukan rujukan tekstualnya dalam kitab-kitab standar (al-kutub al-mu’tabarah). Pertanyaannya adalahmengapa masyarakat pesantren lebih mengutamakan pendekatan tektual ketimbang kontekstual dengan dengan pertangkat metodologi keilmuan ushul fiqh dan qawaidul fiqhiyyah? Betulkah hal itu karena faktor keterbatasan intelektual para kyai dan santri, atau hanya karena faktor mencari “yang praktisnya” saja?. Sementara banyak kyai yang oleh masyarakat luas dimaklumkan sebagai tokoh yang mempunyai kepakaran dan kemampuan berpikir dalam persoalan-persoalan keagamaan dengan sebutan ”al-’Alim al-’Allamah”. Penulis menduga jawabnya adalah karena adanya problem epistemologi dalam memahami dan memposisikan teks fikih dalam lapangan pemikiran dalam hukum Islam.
Akibatnya materi ushul fiqh dan qawaidul fiqhiyyah tetap dipelajari namun hanya sebatas “nguri-uri” (merawat) tradisi para ulama pendahulu. Jika pernyataan ini dapat disepakati, tidak salah jika dikatakan bahwa pembelajaran meteri-materi tersebut hanyalah sebatas sebuah upaya para kyai dan ustaz bernostalgia dan membagi kenangan tersebut kepada para santri. Inilah yang saya maksudkan berusul fiqh setengah hati; dipelajari dan dipahami tetapi enggan mengamalkan. Pelajaran ushul fikih pada akhirnya hanya sebagai rutinitas, kontinuitas tradisi, bahkan ritualitas akademik masyarakat pesantren belaka.

C. Santri, Harus Bagaimana?
Membincang peran santri dalam konteks pengembangan intelektual dan keilmuan keislaman sesungguhnya sangat signifikan. Signifikansi peran tersebut akan menjadi sebuah kenyataan kalau santri mau memberdayakan kemampuan intelektualnya, mengekploitasi nalar pikirnya untuk pengembangan pemikiran dalam hukum Islam dengan menggunakan perangkat metodologi ushul fiqh dan qawaidul fiqhiyyah.
Problemnya adalah sering kali santri yang kritis visioner pada saat tertentu mendapatkan tuduhan yang kurang mengenakkan (setidakknya memgganggu gairah berkontemplasi intelektual). Celakanya tuduhan tersebut muncul dari kaum santri tua yang kadang-kadang justru guru dan kyainya sendiri.
Sikap tersebut jelas tidak sesuai dengan tradisi intelektual dan social para imam mazhab, dimana mereka selalu menghormati perbedapaan pendapat bahkan sanggahan walaupun dilakukan oleh seorang murid kepada guru metodologisnya. Ambil Contoh imam Juwaini, Imam Ghazali, memandang al-maslahah sangat penting sebagai pertimbangan dalam merumuskan hukum Islam; suatu konsep yang sangat ditentang Assyafi’I selaku guru metodologis mereka.
Kiranya fakta sejarah ini cukup bagi para santri sebagai rujukan jika ingin melakukan revitalisasi peran ushul fiqh. Artinya ketika seorang santri berbeda pendapat dengan kyai bahkan guru ngajinya sekalipun dalam bidang fiqh maka sepanjang perbedaan tersebut argumentative dengan melibatkan aparatur-aparatur metodologi penggalian hukum Islam yang benar, maka harus dikatakan sah-sah saja. Syarat yang harus dipenuhi adalah adanya kemampuan intelektual yang memadahi, memiliki militansi intelektual (keberanian) menyampaikan pendapat yang berbeda dengan segala resikonya, dan kekuatan kultural alamiah kaum santri (dalam istilah jawa harus terpenuhi secara memadahi dalam segi bibit, bebet, dan bobot).
Dengan demikian tidak ada alasan seorang santri terkungkung oleh sikap tawadlu’ yang salah arah dan bertentangan dengan semangat keilmuan yang bersifat egaliter. Sebaliknya seorang guru, Kyai, ustadz atau apapun namanya sudah bukan waktunya lagi bersikap feodalistik tertutup yang mengakibatkan terpasungsnya kreatifitas santri, siswa, murid dan sebagainya dalam mengembangkan kreatifitas dan kekritisan mereka. Jika ini yang terjadi maka produk-produk pemikiran masa lalu (salah satunya adalah fiqh dan usul fiqh) akan semakin tampak dinamisnya. Santri selaku penjaga kelestarian khazanah-khazanah keislaman semakin menunjukkan eksistensinya dalam rangka menjalankan amanat al-muḥāfaẓatu ’ala al-qadīm al-ṣāliḥ wa al-akhżu bi al-jadīd al-aṣlaḥ

SEJARAH, HIKMAH SYARIAT KURBAN DAN HAJI

Oleh: Mahsun Mahfud, M.Ag.

A. Pendahuluan
Tak dapat disangkal bahwa sesungguhnya setiap manusia dalam agama apapun, secara fitrah berkepentingan untuk beribadah dan berkomunikasi dengan Tuhannya. Oleh karenanya dengan bijak Tuhan selau menentukan tempat tertentu bagi setiap umat beragama untuk berkumpul melakukan peribadatan dan berkomunikasi dalam rangka mendekatkan diri kepada-Nya. Bagi umat pengikut agama Ibrahim Allah telah menentukan tanah haram Mekah sebagai tempat untuk menjalankan syari’at ibadah haji dan qurban sejak Ibrahim dan Ismail menerima amanat peribadatan tersebut hingga Muhammad saw diutus untuk memperbarui syari’at yang diamanatkan Allah SWT kepada kedua moyangnya tersebut.
Pertanyannya adalah mengapa ada syariat qurban dan ada syariat haji? Apakah dengan mengukuhkan kembali kedua syariat tersebut kepada Muhammad saw sebagai seorang rasul cukup dengan cara mendesain manusia dengan model yang memang sejak awalnya sebagai makhluk yang rajin beribadah untuk mengakui eksistensi-Nya sebagai satu-satunya Tuhan. Pertanyaan tersebut dapat dilanjutkan kepada pertanyaan-pertanyaan seterusnya; jika tidak demikian maka dugaan yang paling memungkinkan adalah dengan mengatakan bahwa segala apa yang diciptakan oleh Allah tentu ada tujuan dan hikmah dibalik ciptaan tersebut. Lalu pertanyaan mendasarnya adalah apa tujuan dan hikmah yang dimaksud? Tulisan sederhana ini mencoba mengajak para pembaca untuk mendiskusikan persoalan-persoalan hikmah dibalik syariat qurban dan haji dari aspek normatif dan historis.

B. Sejarah dan Hikmah Kurban
Sebagai ibadah untuk mendekatkan diri kepada sang Khaliq, syari’at qurban merupakan syari’at tertua di muka Bumi ini, karena syariat ini ada sejak adanya nenek moyang manusia. Sejarah Qurban dapat ditelusur sepanjang perjalannannya dari masa ke masa berikutnya ke dalam tiga fase; fase nabi Adam a.s, fase nabi Ibrahim dan nabi Ismail a.s., dan fase nabi Muhammad saw sebagai nabi terakhir yang syariatnya telah dibakukan dan tidak ada lagi pemabaharuan.

1. Masa nabi Adam a.s. :
Dijelaskan dalam al-Qur’an, Qabil dan Habil mempunyai sifat yang berbeda. Habil mengeluarkan hewan yang diqurbankan dengan tulus-ikhlas. Ia memilih berqurban dengan hewan yang gemuk dan sehat, sementara Qabil memilih buah-buahan hasil pertaniannya yang busuk. Ketika keduanya melaksanakan qurban, ternyata yang diterima Allah adalah qurban domba yang dikeluarkan Habil, sementara buah-buahan qurban Qabil tetap utuh, tidak diterima. Hal ini dapat dibaca dalam al-Qur’an surat Al-Maidah: 27 : “Ceritakan kepada mereka kisah kedua putra Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan qurban, diterima qurban salah seorang dari meraka (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata: “Aku pasti akan membunuhmu!”. Habil berkata: “Sesungguhnya Allah hanya menerima (qurban) dari orang-orang yang bertakwa”. Kalimat inilah yang kemudian meneguhkan adanya aspek teologis dalam ibadah kurban dimana ketulusan menjadi parameter keabsahannya.
2. Masa nabi Ibrahim a.s.
Ketika Nabi Ibrahim telah berusia 100 tahun, beliau belum dikaruniai putra oleh Allah dan beliau selalu berdo’a: “Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku anak yang shalih”. Kemudian dari isterinya yang kedua, Siti Hajar, lahirlah seorang putra yang diberi nama Ismail. Hajar dan Ismail diperintahkan berhijrah ke Makkah diantar oleh Ibrahim. Beliau meninggalkan beberapa potong roti dan sebuah guci berisi air untuk Siti Hajar dan Ismail. Ketika Siti Hajar kehabisan makanan dan air, ia melihat ke sebelah timur. Di sana terdapat air yang ternyata hanyalah fatamorgana di Bukit Sofa. Ismail ditinggalkan dan Siti Hajar terus mencari air lalu naik ke Bukit Marwah serta kembali ke Sofa sampai berulang tujuh kali. Ia tidak juga mendapatkan air hingga kembali ke Bukit Marwah. Ismail yang kehausan lalu menendang-nendang tanah yang kemudian—dengan izin Allah—dapat mengeluarkan sumber air. Siti Hajar berlari ke bawah sambil berteriak kegirangan: “zami-zami”. Tempat itu lah kemudian dikenal dengan sebutan sumur atau mata air Zam-Zam, sebuah air mata yang tak pernah kering dan meminumnya diyakini mendatangkan berkah.
Nabi Ibrahim setelah mengantarkan Hajar dan Ismail di Mekkah lalu berangkat lagi ke Palestina sampai Ismail menjelang usia remaja. Nabi Ibrahim diperintahkan lagi oleh Allah untuk kembali ke Mekkah menengok Hajar dan Ismail yang sudah mulai beranjak besar.
Dalam sebuah riwayat diceritakan bahwa usia Ismail sekitar 6 atau 7 tahun. Sejak dilahirkan sampai sebesar itu Nabi Ismail senantiasa menjadi anak kesayangan. Tiba-tiba Allah memberi ujian kepadanya, sebagaimana firman Allah dalam surat Ash-Shaffaat: 102 : “Maka ketika sampai (pada usia sanggup atau cukup) berusaha, Ibrahim berkata: Hai anakku aku melihat (bermimpi) dalam tidur bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah bagaimana pendapatmu” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, Insyaallah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”.
Dalam mimpinya, Ibrahim mendapat perintah dari Allah supaya menyembelih putranya Nabi Ismail. Ketika sampai di Mina, Ibrahim menginap dan bermimpi lagi dengan mimpi yang sama. Demikian juga ketika di Arafah, malamnya di Mina, Ibrahim bermimpi lagi dengan mimpi yang tidak berbeda pula. Ibrahim kemudian mengajak putranya, Ismail, berjalan meninggalkan tempat tinggalnya, Mina. Baru saja Ibrahim berjalan meninggalkan rumah, syaitan menggoda Siti Hajar: “Hai Hajar! Apakah benar suamimu yang membawa parang akan menyembelih anakmu Ismail?”. Akhirnya Siti Hajar, sambil berteriak-teriak: “Ya Ibrahim, ya Ibrahim mau diapakan anakku?” Tapi Nabi Ibrahim tetap melaksanakan perintah Allah SWT tersebut. Di tempat tersebut pada tanggal 10 Dzulhijjah, jamaah haji diperintahkan melempar batu dengan membaca: Bismillahi Allahu Akbar. Hal tersebut mengandung arti bahwa manusia harus melempar syaitan atau membuang sifat-sifat syaitaniyyah yang bersarang di dalam dirinya, dengan tetap mempertahankan sifat-sifat kemanusiaan dan ke-Tuhanan Peristiwa Qurban
Setibanya di Jabal Qurban, sekitar 200 meter dari tempat tinggalnya. Nabi Ibrahim melaksanakan perintah Allah untuk menyembelih Ismail. Rencana itu pun berubah drastis, sebagaimana difirmankan oleh Allah dalam surat Ash-Shaffaat ayat 103-107: “Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipisnya, nyatalah kesabaran keduanya. (Allah berkata) “Kamu telah membenarkan mimpi itu, sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang yang berbuat baik”. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor hewan yang besar “.
3. Masa nabi Muhammad s.a.w.
Pada masa Nabi Muhammad, qurban pun diperintahkan kembali di dalam surat Al-Kautsar: 1-3: “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak, maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berqurbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membencimu, dia lah yang terputus (dari nikmat Allah)”. Berbicara tentang kenikmatan, Allah mengingatkan: “Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, kamu tidak akan dapat menghitungnya” (QS. Ibrahim: 34). Surat Al-Kautsar ini lah yang kemudian dijadikan dasar hukum bagi umat Nabi Muhammad untuk berqurban bagi yang mampu.
Dari uraian sejarah di atas dapat dipahami bahwa ritual qurban disamping berfungsi sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah SWT, terdapat hikmah di balik syariat tersebut. Hikmah yang dapat dipetik dari ritual ini adalah pertama, ibadah kurban jika dijalankan dengan tulus dapat meningkatkan iman dan takwa pelakunya sesuai dengan sabda Rasul “tidaklah sampai kepada Allah daging dan darah hewan kurban tetapi yang yang sampai kepada-Nya adalah taqwa pelakunya. Kedua, dapat memunculkan rasa empati terhadap ujian yang diberikan Allah kepada nabi Ibrahim dan Ismail as. Ketiga, melui ibadah kurban akan berbuah munculnya rasa solidaritas social dan munculnya kesadaran dan empati kepada para kaum miskin dan papa yang tidak pernah merasakan betapa enak dan empuknya sate dan gule kambing, sapi dan sebagainya.

C. Sejarah dan Hikmah Haji
Pascakerasulan Ibrahim dan Ismail sampai diutus nabi Muhammad saw, sejarah mencatat bahwa telah menjadi kebiasaan mayoritas bangsa arab saat itu banyak melakukan perubahan-perubahan tatanan syariat yang dibawa oleh Ibrahim dan Ismail as. Mereka telah menyekutukan Tuhan dengan menyembah berhala dan apa saja yang dapat mereka pertuhankan, sehingga di sekeliling ka’bah, bukit sofa dan marwa , serta tempat-tempat yang terkait dengan ajaran haji berubah menjadi tempat peribadatan mereka yang penuh kemusyrikan. Mereka betul-betul telah terbutakan mata hatinya dari ajaran tauhid yang sesungguhnya telah diajarkan oleh moyang mereka.
Oleh karena itu, ketika Muhammad saw diutus sebagai rasul yang memperbaharui syariat Ibarahim, Allah sengaja menjadikan tanah haram di Mekkah sebagai sentra tempat peribadatan bagi umat Islam dan di sanalah Allah memerintahkan agar seluruh umat Islam yang telah mampu diwajibkan mengunjunginya untuk melakukan haji dan umrah minimal sekali dalam hidupnya. Dengan demikian dpat dipahami bahwa secaraz normative ibadah haji dan umroh di syariatkan oleh Allah kepada rasul Muhammad beserta seluruh umatnya dalam rangka memberikan pencerahan spiritual dan sebagai simbol pembersihan tanah haram dari berhala-berhala kemusyrikan.
Sejarah mencatat bahwa pada awal disyariatkan haji pada tahun ke-6 hijrah rasul Muhammad mencoba melakukannya tetapi gagal karena dihadang oleh musuh, baru satu tahun kemudian yakni tahun ke-7 hijrah Rasul berhasil menunaikan ibadah haji, disusul kemudia pada tahun berikutnya oleh Abu Bakar beserta rombongannya dari Madinah, dan selanjutnya pada tahun ke-10 hijrah nabi Muhammad menunaikan haji terakhir bersama rombongan kaum Muslimin secara massif . Setelah itu syariat haji menjadi permanen dan baku tidak ada lagi perubahan sampai kapanpun.
Adapun hikmah dibalik ibadah haji setidaknya ada tiga yang paling mendasar disamping untuk meningkatkan iman dan taqwa para pengamalnya, yaitu pertama, secara budaya kegiatan dalam haji merupakan even tahunan yang menggambarkan adanya budaya adiluhung yang sekaligus menjadi kehormatan bagi masyarakat tanah haram dan masyarakat Mekkah pada umumnya. Sedangkan bagi masyarakat non-arab event tersebut menunjukkan adanya keteladanan dalam penguatan iman dan perjuangan dalam berdakwah dari Ibrahim, Ismail dan Muhammad saw. Kedua, secara ekonomi, ketika para pedagang yang datang dari seluruh penjuru dunia dapat menjajakan dagangannya dan sebaliknya para jamaah dapat membelanjakan uangnya untuk sekedar membeli souvenir dan sebagainya, penyelenggaraan haji memunculkan side effect (efek samping) meningkatnya pendapatan kaum pedagang di sana. Ketiga secara social ibadah haji dapat menjadi ajang bersilaturrahmi, ta’aruf, bersosialisasi tidak hanya antar suku dari satu bangsa tetapi juga antar bangsa dari belahan dunia manapun. Keempat, mewujudkan rasa persaudaraan diantara muslim dan munculnya perasaan kesamaan derajad bagi seluruh umat manusia di hadapan Allah menuju satu jalan dan satua arah untuk mendapatkan ridha-Nya.

D. Simpulan
Ada beberapa point penting yang dapat kita sarikan dari perbincangan tentang hikmah dan tujuan syariat haji dan korban. Pertama, mengacu pada Qs. al-Kautsar ayat kedua, secara normatif dua ibadah tersebut merupakan syariat yang terkait dan disyariatkan pada tahun yang sama yaitu pada tahun ke-6 hijriah. Kedua syariat tersebut ditetapkan oleh Allah bukan tanpa tujuaan tetapi sesungguhnya melalui sarana ibadah haji dan kurban manusia dapat berkomunikasi secara spiritual dengan Tuhannya. Secara garis besar ada dua tujuan utama dalam ibadah haji dank urban yaitu pertama, melalui syariat ibadah tersebut Allah sengaja memberikan kesempatan kepada manusia untuk berkompetisi dalam hidupnya, memilih sesuatu yang baik diantara yang jelek bagi dirinya baik secara individual maupun secara komunal dan social. Kedua, melalui sarana ibadah manusia dapat secara bertahap menuju kesempurnaan jiwa yang tidak akan berakhir dengan kematian dan tidak berakhir dalam batas-batas di dunia yang fanak. Ibadah mendorong seseorang untuk senantiasa berkomunikasi deng sang Khaliq.
Adapun Hikmah yang dapat dipetik dari dua syariat tersebut adalah pertama, bahwa kesalehan seseorang dapat diukur dari dua dimensi yakni dimensi pribadi dan dimensi social. Saleh secara pribadi diukur dengan seberapa kuat keimanan dan kerajinan seseorang melakukan ibadah secara tulus. Sedangkan saleh secara social diukur dari seberapa besar kepedulian seseorang terhadap kehidupan social, sebagai implementasi nilai-nilai agama yang. Ibadah haji dan kurban sesungguhnya diformulasikan oleh Allah SWT untuk membawa manusia menuju kesalehan dengan dua dimensi sekaligus.

DAFTAR PUSTAKA

Depag RI, al-Qur’an dan Terjemah,Bandung: CV. Ma’arif, 1989.
Al-Bukhari, Sahīh al-Bukhāri, Semarang” CV. Toha Putra, tt.
Hadhiri SP, Choiruddin, Klasifikasi Kandungan al-Qur’an, Jakarta: Gema Insani Press, 2000.
al-Khudhari Biek, Muhammad, Tārīkh al-Tasyrī’al-Islāmi, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, tt.
ash-Shiddieqi, Hasbi, Falsafah Hukum Islam, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2001.

Senin, 11 Oktober 2010

SUMBANGSIH GAGASAN UNTUK MUKTAMAR NU KE-28 DI MAKASSAR 2010

Oleh: Mahsun Mahfudh (Katib Syuriyyah PC NU Kab.Magelang)
1. NU kembali ke khittah 1926 dilatarbelakangi oleh kejenuhan dan kebuntuan politik oleh kekuasaan Orde Baru yang menghegemoni semua lini kehidupan. Artinya sesungguhnya kembali ke khittah 1926 tidak berangkat dari ketulusan para elite NU untuk meninggalkan hingar-bingarnya politik dan kembali kepada umat tetapi karena –untuk tidak menyebut prustasi- kelelahan menghadapi besar dan kuatnya Orde Baru yang “anti NU”. Oleh karena itu tahun 1984 disebut tahun "titik balik" sejarah NU. Indikatornya adalah pertama, setelah rumusan butuir-butir khittah dibuat pada Muktamar 1984 di Situbondo, dipertegas pada Muktamar NU ke-28 di Yogyakarta 1989 dengan merumuskan "Pedoman Berpolitik Warga NU" terdiri dari 9 butir. Setelah itu tidak ada rumusan regulasi praktisnya sehingga "khittah" menjadi barang liar yang bisa ditafsirkan sesuai dengan kepentingan masing-masing elite NU. Kedua, Setelah reformasi para elite NU ikut arus hingar-bingarnya euphoria pasca jatuhnya Orde Baru sebagai musuh bebuyutan. Berdirilah Partai Kebangkitan Bangsa sebagai "pengingkaran" khittah secara tidak disadari (baca Nalar Islam Nusantara, hlm. 313).
2. Sesungguhnya makna khittah adalah "talak tiga" dari politik kekuasaan dan kembali berkhidmat (mengabdi) untuk kepentingan warga NU secara khusus dan bangsa secara umum dalam masalah social kemasyarakatan dan hal lain yang terkait seperti pendidikan, ekonomi, dakwah, kesehatan, dan sebagainya.
3. Selama ini keputusan NU kembali ke Khittah 1926 belum ada manfaatnya kecuali hanya menjadi "tameng pelindung" para elite NU untuk alat justifikasi dalam memperjuangkan ambisi syahwat politiknya dengan adagium "NU tidak ke mana-mana tetapi ada di mana-mana" sebagai tafsir subyektif mereka. Sesungguhnya umat dibikin “bingung” oleh khittah itu sendiri ketika tidak tersosialisasi secara organisasi secara benar tetapi dari mulut-mulut para elite NU sebagai mufassir khittah yang beragam dan cenderung subyektif. Celakanya warga NU menganggap ucapan elite NU yang paling otoritatif ketika bicara pemahaman tentang khittah. Penyebabnya adalah selalu ada perselingkuhan politik, dan tidak ada ketulusan para elite NU untuk benar-benar mengamankan, mensosialisasikan dan mengamalkan khittah itu sendiri.
4. Bahwa fenomena kekalahan JK-Win memalukan itu sangat setuju, tetapi kalau kemudian imbasnya berbahaya bagi kelangsungan hidup NU saya tidak setuju karena politik praktis bersifat sementara berorientasi pada kepentingan jangka pendek: "kekuasaan", sementara NU sesungguhnya adalah organisasi sosial keagamaan yang mempunyai basis masa dan kultur yang telah mengakar. Yang penting adalah para elite NU (Kyai, Gus dan Neng) segera mawas diri bahwa kharisma social-politik Kyai telah runtuh, yang tersisa hanyalah kharisma social-keagamaan dan "perdukunannya".
5. Empat indikator tersebut jelas merugikan. Solusinya: (1) NU bikin satu wadah dengan nama Devisi Politik NU, fungsinya untuk menyuarakan wacana politik NU. (2)Devisi Pengawal Khittah, fungsinya sebagai dewan keamanan NU untuk "jewer" kader NU yang "nakal", kedua Devisi tersebut diisi oleh orang yang melek politik, berwawasan luas, mapan secara ekonomi dan social dan atau yang PNS, tetapi tidak punya syahwat politik praktis.
6. Setuju saja dengan partai berbasis NU, dan harus ada mekanisme kontrol kepada PKB dan PKNU dan sebagainya.
7. Setuju adanya perbaikan system organisasi. Pertanyaannya, kapan NU punya sistem yang baik? Kalau mau ya harus dilakukan gerakan radikal terhadap AD/ART NU.
8. Setuju dan memang itu watak kebanyakan orang NU (suka menerima, tidak suka memberi). Solusinya Calon harus dilakukan fit and proper test oleh tim terdiri dari syuriah+tanfiziah lama+musytasyar lama.
9. Tokoh yang paling pas adalah kader NU yang mempunyai kapabelitas di bidang administrasi dan ilmu keagamaan, berakhlak mulia, bisa diterima di kalangan para ulama dan Kyai Sepuh, survive secara ekonomi dan social, mau bersumpah demi Allah mematikan syahwat kepada politik praktis.
Katib Syuriah
PCNU Kab. Magelang, Jateng.
(MAHSUN MAHFUD, M.Ag.)

NARKOBA DAN DAMPAK NEGATIF BAGI REMAJA DALAM PERSPEKTIF AGAMA

Oleh: Mahsun, M. Ag.

A. Pendahuluan
Tema hari antinarkotika internasional pada 26 juni 2010, “Thing Healthy Without Drugs” (Berpikir Sehat Tanpa Narkotika) menjadi sangat relevan untuk didiskusikan oleh para kawula muda. Data dari UNDP (United Nation International Drug Control Program) disebutkan bahwa lebih dari 200 juta penyalahguna NAPZA di seluruh dunia, 3,4 juta adalah orang Indonesia. Dari jumlah ini 80% penyalahguna adalah generasi muda yang menjadi korban perilaku hedonis mereka. Oleh karena itu sudah saatnya kini para generasi muda untuk segera diajak berpikir realistis dalam bersikap, selalu mempertimbangkan antara manfaat dan mudaratnya. Berpikir realistis dan rasional sesungguhnya merupakan salah satu cara menghindarkan diri dari sikap emosional dan tidak wajar.
Narkotika dan obat-obatan terlarang jika dilihat secara obyektif memang ada manfaatnya disamping sekaligus juga ada mudaratnya, bahkan jika dibandingkan mudaratnya jelas lebih besar dari manfaatnya. Pandangan seperti inilah yang sering menjadi titik masuk para kawula muda untuk mencoba-coba menggunakan dan mengkonsumsi. Mereka lupa bahwa ketika mencoba mengkonsusmsi narkoba sesungguhnya pada saat yang sama ia telah bersiap-siap menanggung akibat buruknya, dan yang lebih tragis lagi ia telah sengaja menjerat dirinya dengan seutas tali yang sulit untuk dilepaskan. Mereka akan ma’syuq dalam dunia yang tidak realistis dan tidak rasional karena telah kecanduan narkoba tersebut. Ujung-ujungnya, ketergantungan pada narkotika meningkatkan kemungkinan anak muda dengan tingkat ekonomi pas-pasan, untuk berpaling pada tindak kejahatan kriminal, prostitusi, dan sebagainya demi mendapatkan rupiah untuk kebutuhan mereka akan narkotika dan obat-obatan terlarang.
Jika demikian kemudian pertanyaannya adalah bagaimana menyadarkan kawula muda untuk terhindar dari narkoba, apakah norma agama cukup ampuh untuk menyadarkan mereka. Jika agama dipandang sebagai salah satu caranya yang ampuh membentengi para remaja dari narkoba, pertanyaan berikutnya adalah bagaimana implementasinya jika mereka justrru sudah menganggap bahwa agama hanyalah kumpulan sejumlah norma suci yang elitis, melangit dan susah dibumikan. Pertanyaan-pertanyaan kiranya cukup untuk materi diskusi. Makalah ini mencoba mengelaborasi jawaban atas pertanyaan tersebut.

B. Narkoba dan Tindak Kejahatan
Tak dapat disangkal bahwa salah satu faktor meraknya tindak kejahatan baik kejahatan fisik, material, maupun kejahatan moral semisal korupsi, video porno, pengemplangan pajak, anak membunuh orang tuanya dan sebagainya adalah akibat dari pengaruh narkoba. Mengapa, karena dengan menenggak narkoba seseorang akan mengalami kecanduan yang mengakibatkan sering berpikir dan bersikap yang tidak wajar. Akibat sikap yang tidak wajar dan cenderung menyimpang dari sikap kebanyakan orang, pecandu narkoba akan merasa sah melakukan apa saja yang ia kehendaki. Baik dan buruk hanya diukur dengan nafsunya secara subyektif.
Dampak penyalahgunaan Napza menurut Dadang Hawari antara lain adalah mati sia-sia dalam usia muda, penyakit paru-paru, lever, hepatitis, merusak sistem neurotransmiter, perilaku seks bebas, dan 33 % penyalahguna terjangkit HIV/AIDS. Secara Multi dimensional Napza juga berbahaya bagi Fisik-Psikis-Sosial-Ekonomi-Moral-Spiritual. Dalam dimensi kesehatan akan menimbulkan sirosis hati, kanker pancreas, gangguan memori, meningkatkan risiko terjadinya kecelakaan lalu lintas, dan masih banyak yang lain seperti Menghilangkan potensi dan kapasitas untuk berpikir dan bekerja produktif.
Bertolak dari dampak multidimensional tersebut khususnya pada dampak narkoba pada aspek Sosial-Ekonomi-Moral-Spiritual, kiranya cukup beralasan jiika antara narkoba dan tindak kejahatan mempunyai korelasi dan hubungan yang dekat. Kedekatan itu dapat diibaratkan hubungan arus pendek dimana narkoba sebagai faktor pemantik terjadinya kejahatan sangat mudah mempengaruhi para pcandunya untuk melakukan tindak kriminal, lebih-lebih pada kelompok masyarakat muda dengan tingkat ekonomi terbatas.
Laporan UNICEF, Unaited Nations Programme on HIV/AID, dan World Health Organization menyebutkan bahwa masa remaja kerapkali digunakan untuk bereksperimen dengannarkotika dan alkohol. Di Tanzania anak muda berusia antara 16 sampai dengan 24 tahun yang merokok dan menenggak alkohol mempunyai pasangan seks empat kali lebih banyak dari kawan-kawan seusianya yang tidak alkoholik. Ini adalah sebuah bukti bahwa antara narkoba termasuk alkohol mempunyai pengaruh yang signifikan dalam tidakan menyimpang dan tindak kriminal. Pepatah Arab mengatakan bahwa al-khamr ra’s kulli khati’ah (khamr-termasuk alkohol- adalah pangkal semua kesalahan).
Melihat bahaya yang multidimensional tersebut, untuk menghindarinya tentu perlu dilakukan therapi multidimensional juga oleh para ahli yang expert dibidangnya. Therapi yang dimaksud adalah meliputi therapi sosial melalui lembaga rehabilitasi korban narkoba secara sosial, therapi kesehatan melalui medis, dan therapi moral-spiritual melalui upaya internalisasi nilai-nilai agama.

C. Narkoba dalam Perspektif Agama
Tak satupun agama besar di muka bumi yang menganjurkan atau sitidaknya membolehkan umatnya menenggak narkoba walaupun dengan penekanan dan rredaksi yang berbeda-beda tentunya. Islam sebagai agama besar dan dianut oleh mayoritas masyarakat Indonesia secara tegas melarang narkoba apapun bentuk dan berapapun jumlahnya. Mengkonsumsi segala sesuatu yang memabukkan adalah haram hukumnya. Al-Qur’an menggunakan kata al-khamr yang berasal dari kata khamara yang berarti menutupi sesuatu, untuk menegaskan larangan mengkonsumsi cairan atau barang apapun yang memiliki akibat yang sama yaitu menutupi akal atau memabukkan.
Barang haram yang terkenal dengan NAPZA (barkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif) seperti heroin, morfin, sabu-sabu, pil koplo dan sebagainya sudah tidak asing lagi setidaknya dalam tataran informasi. Mengkonsumsi benda-benda tersebut mungkin ada manfaatnya tetapi bahayanya lebih besar. Dampak yang ditimbulkan baik secara sosial maupun secara psikologis juga sangat besar dan sulit melepaskan diri dari pengaruh barang haram tersebut bagi para pecandunya. Karena itulah Islam dalam sejarah antropologi hukum Islam, khamr diharamkan secara bertahap.
Tahapan tersebut karena menyesuaikan kebiasaan orang Arab pada saat itu yang walaupun sudah memeluk Islam mereka masih terbiasa minum anggur. Dengan bijak al-Qur’an Surat al-Baqarah 219 memberikan jawaban atas pertanyaan yang sering dilontarkan oleh para muallaf Muslim kepada nabi pada saat itu. Redaksi yang digunakan oleh al-Qur’an masih lunak dan cenderung toleran dengan mengatakan bahwa khamr bermanfaat tetapi dosanya lebih besar.
Tahapan berikutnya Allah sudah mulai memberikan larangan menenggak khamr ketika sedang melakukan shalat (QS. An-Nisa: 43), dan pada tahap ketiga ketika masyarakat Muslim Arab telah kokoh imannya Allah secara tegas mengharamkan dan mengutuk perbuatan orang yang menenggak khamr sebagai perbuatan syaitan (QS. Al-maidah: 90-91).
Orang-orang Arab jahiliyyah sebelum kebangkitan Islam banyak yang menjadi korban akibat minuman haram tersebut. Dalam keadaan mabuk, mereka biasa melakukan berbagai tindakan kejahatan. Kondisi seperti itu terus berlangsung hingga pada saat nabi berhijrah dari Mekah menuju Madinah pada tahun 632 H, secara bertahap mereka melepaskan perbuatan-perbuatan jahat tersebut. Ayat yang disebutdi atas sebagai bukti tahapan perubahan kebiasaan orang-orang Arab pada saat itu.
Pengertian khamr tidak berhenti pada mInuman arak saja yang terbuat dari anggur sebagaimana awal diharamkannya, namun juga mencakup keseluruhan aspek jenisnya yang bisa memabukkan, termasuk di dalamnya menuman beralkohol. Berapapun kadar campurannya yang bisa memabukkan mempunyai hukum haram (ma askara katsiruhu fa qaliluhu haram)
Beberapa alasan pendukung keharaman narkoba baik dari teks al-Qur’an, al-Hadis maupun alasan medis adalah sebagai berikut:
1. Setiap yang memabukkan adalah khamr dan setiap khamr adalah haram. Dalam sebuah hadis yang disepakati oleh al-Bukhari dan Muslim nabi berkata bahwa Semua minuman yang memabukkan adalah haram.
2. Mengkonsumsi sesuatu yang memabukkan mengakibatkan lupa kepada Allah dan merupakan sumber berbagai macam kejahatan
3. Sebagaimana disebutkan di atas bahwa mengkonsumsi NARKOBA merusak kesehatan. Menurut Prof. Dr. Dadang Hawari sebagaimana dikutip oleh Thobieb, mengatakan bahwa pada saat seseorang mengalami euphoria (intrance), ia akan berada dalam alam irasional yang bukan tidak mungkin melahirkan ide-ide kematian. Begitu pula selepas euphoria, pecandu akan mengalami depresi yang hebat yang juga bisa melahirkan ide-ide kematian dalam ketertekanannya. Jika ini yang terjadi tidak menutup kemungkinan ia mengakhiri hidup dengan bunuh diri.
4. Secara sosial pengguna Narkoba sering membuat ulah yang mengganggu stabilitas dan ketentraman.
5. Islam sangat menganjurkan menolak mafsadah dari pada menarik maslahah. Dalam kontek Narkoba menghindari mud rat yang ditimbulkan lebih didahulukan atau dimenangkan dari pada sekedar mencari manfaatnya.
Norma dengan segala penjelasan tersebut akan menjadi tiada guna jika tidak dilakukan upaya internalisasi nilai-nilai tersebut pada setiap pemeluknya. Dan internalisasi dapat dilakukan jika ada kesadaran akan pentingnya sebuah agama. Kunci dari semua itu sesungguhnya adalah Iman yang muncul dari kesadaran personal maupun komunal masyarakat.

D. Simpulan
Melihat dampak negatif yang dapat ditimbulkan dari penggunaan narkotika dan obat-obatan terlarang baik dari sisi fisik, sosial, psikologi, dan moral-spiritual, maka sudah seharusnya barang yang memabukkan tersebut diharamkan. Agama manapun melarang mengkonsumsi barang tersebut walau dengan redaksi dan intensitas yang beragam.
Usaha yang mesti dilakukan untuk melawan dampak buruk akibat barang haram tersebut harus bersifat komprehensif dan multidimensional karena dampak yang ditanggulangi juga multidimensional. Usaha tersebut setidaknya melibatkan tiga entitas yaitu sosial dan psikologis, medis, dan agama sebagai penjaga moral spiritual manusia.

Meningkatkan Kualitas SDM Menuju Terwujudnya Budaya Akademik Yang Unggul

Oleh: Mahsun Mahfudh


A. Pendahuluan
Suatu kenyataan, masyarakat terlanjur memandang Perguruan Tinggi sebagai kawah candradimuka para intelektual "murni". Di dalamnya dihuni para mahasiswa yang memiliki keberpihakan kepada keadilan, kebenaran, penegakan hak-hak civil society, belum memiliki interest kekuasaan, kepentingan pribadi, apalagi kepentingan politik. Jika pandangan ini benar, maka sesungguhnya amanat Tri Dharma Perguruan tinggi, yang meliputi bidang keilmuan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat, akan mudah dilaksanakan.
Sebagai lembaga pendidikan Islam tertinggi di Indonesia, PTAI (PTAIN dan PTAIS) menjadi satu harapan terbaik bagi masyarakat yang ingin mendalami kajian keislaman, bahkan biasa dikatakan sebagai the best offer you can get. Oleh karenanya, dalam bidang keilmuan, PTAI diharapkan menjadi tempat bermuaranya berbagai pandangan, pemikiran, dan pendekatan studi Islam. Sedangkan dalam bidang pengabdian kepada masyarakat, diharapkan Perguruan Tinggi dapat mewujudkan peran sosialnya kepada masyarakat luas. Bidang ini dimaksudkan agar Perguruan Tinggi tidak menjadi tempat bermuaranya para elit terpelajar, tetapi menjadi lembaga pencari dan pemberi solusi atau way out terhadap problem-problem sosial (social problem solver). Dengan demikian mahasiswa sebagai salah satu asetnya diharapkan menjadi generasi intelektual, agen perubahan (agent of change), dan mempunyai kepedulian sosial (sense of social crisys).
Persoalannya adalah pertama, kurikulum yang masih bersifat eklusif, dikotomis, dan parsial. Kedua, corak dan kecenderungan mahasiswa yang, menurut Kuntowijoyo, terbagi menjadi dua yaitu mahasiswa aktivis sosial dan mahasiswa profesionalis-pragmatis. Yang ideal adalah mahasiswa campuran dari keduanya, dalam arti mereka disamping bersikap profesional dan kompeten dalam bidangnya juga mempunyai kepedulian sosial yang tinggi, mampu mengaplikasikan ilmunya di tengah-tengah masyarakat. Ketiga, belum terciptanya budaya akademik yang baik. Persoalan itu, menurut hemat saya, sesungguhnya bermuara dari persoalan apakah Perguruan Tinggi sebagai lembaga keummatan atau sebagai lembaga keilmuan, atau campuran keduanya. Ini saya kira yang perlu mendapat jawaban dalam konteks pencapaian budaya akademik yang unggul, dimana seluruh aktivitas civitas akademika diarahkan kepada usaha mewujudkannya.
Melalui makalah ini penulis mencoba melakukan sharing idea dengan para pembaca untuk menemukan solusi yang terbaik dan pantas untuk diterapkan di lembaga Perguruan Tinggi dimana kita mengabdi dan mengemban amanat masyarakat yang telah mempercayakan pengelolalan pemdidikan kepada kita semua. Karena sesungguhnya amanat harus kita jalankan dengan seksama dan penuh tanggung jawab.

B. Budaya Akademik: Kebebasan Akademik dan Hak Azasi Manusia di Indonesia
Sumber pustaka mengenai budaya akademik di Indonesia pada umumnya dan kebebasan akademik di Indonesia pada khususnya sangat langka. Oleh sebab itu, laporan penelitian awal dari peneliti utama yang berjudul Budaya Akademik: Studi Pendahuluan tentang Kehidupan dan Kegiatan Akademik Staf Pengajar/Guru Besar di PTN dan PTS di Semarang (Kistanto, Mei 1997) kami jadikan sumber pustaka utama.
Kebebasan akademik yang dimaksud adalah bagian dari kebebasan berpendapat seperti tertuang dalam Universal Declaration of Human Rights dengan pembukaan yang antara lain berbunyi, “every individual and every organ of society, keeping this declaration constantly in mind, shall strive by teaching and education to promote respect for [human rights].” Sehingga “pendidikan harus diarahkan pada pembentukan penuh dari kepribadian manusia dan pada pemberdayaan penghormatan hak-hak azasi manusia dan kebebasan yang mendasar.” Lembaga-lembaga pendidikan tidak akan dapat memenuhi misinya untuk memberdayakan penghormatan terhadap hak-hak azasi manusia jika hak-hak mendasar para pendidik dan peserta didik sendiri tidak dihormati. Karena sesungguhnya kebebasan akademik merupakan bagian dari budaya akademik, yang dapat dipahami secara umum sebagai totalitas dari kehidupan dan kegiatan akademik di sebuah lembaga pendidikan oleh masyarakat akademik dimana mereka beraktualisasi.
Oleh karenanya sudah saatnya para pengelola lembaga membuka ruang dan memberikan ajang kreatifitas bagi mahasiswa, dosen dan karyawannya. Ajang tersebut penting agar semua steak holders yang ada dapat beraktualisasi menyampaikan pendapatnya. Dengan demikian tidak akan ada ketersumbatan informasi dan aspirasi diantara mereka, sehingga kebijakan dapat diambil berdasarkan pertimbangan-pertimbangan kemaslahatan bersama (al-maslahah al-’ammah) secara komprehensip.

C. Acuan Budaya Akademik di Indonesia
Berbicara tentang acuan budaya akademik tentunya tidak bisa dilepaskan dari budaya local dan budaya global. Budaya local yang dimaksudkan adalah budaya dimana sebuah lembaga pendidikan tersebut berada, sedangkan budaya global adalah budaya internasional yang telah merambah keseluruh pelosok seperti budaya berpikir kritis dan cenderung liberal. Pertanyaannya adalah budaya mana yang patut diterapkan dalam memenej sebuang lembaga pendidikan tinggi? Jawabnya bisa bermacam-macam. Namun kalau melihat kepentingan masa depan, mungkin idealnya adalah mengikuti budaya global tetapi tidak melupakan budaya lokal.
Dengan demikian diharapkan Perguruan Tinggi sebagai meeting pot dapat memberikan pola interaksi diantara entitas yang ada secara cerdas disatu sisi dan pada sisi yang lain, tidak terlepas dari budaya lokal. Jika ini dilakukan secara sistematis dalam jangka waktu yang lama secara konsisten, maka tidak mustahil pada akhirnya akan muncul sebuah budaya akademik yang unggul.

D. Budaya Akademik dalam Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Dalam kehidupan dan kegiatan akademik, interaksi yang dinamis dan fungsional dari dharma-dharma dalam Tri Dharma Perguruan Tinggi (PT) yaitu Pendidikan, Penelitian, dan Pengabdian kepada Masyarakat sangat penting dan merupakan ciri-ciri dari berkembangnya budaya akademik. Tanpa interaksi dan pemanfaatan yang sinergis dari dharma-dharma tersebut budaya akademik akan mandul dan berjalan di tempat. Ketiga dharma tersebut harus saling terkait secara sinergis. Dharma Pendidikan yang dinamis dan terus berkembang menjadi landasan bagi dharma Penelitian dan dharma Pengabdian kepada Masyarakat. Teori-teori, konsep-konsep, metode-metode, kasus-kasus dan kategori-kategori yang diperoleh dari dharma Pendidikan dapat melandasi dan dimanfaatkan dalam kegiatan-kegiatan pada dharma Penelitian dan dharma Pengabdian kepada Masyarakat. Demikian pula sebaliknya, temuan-temuan dalam penelitian dan pengabdian kepada masyarakat dapat memberikan umpan balik bagi kegiatan-kegiatan pendidikan, memperkaya dan menghasilkan teori, konsep, metode, kasus, dan kategori bagi proses belajar-mengajar, perkuliahan dalam dharma Pendidikan.
Kegiatan pengabdian kepada masyarakat secara metodologis dapat berbasis ilmu pengetahuan yang diperoleh dalam dharma Pendidikan, dan kegiatan pendidikan akan relevan jika didukung oleh temuan-temuan dan hasil-hasil penelitian yang memadai. Demikian pula, kegiatan pengabdian kepada masyarakat dapat memberikan umpan balik dan bermanfaat untuk disampaikan melalui dan memperkaya dharma Pendidikan dan menjadi dasar untuk kegiatan penelitian. Oleh sebab itu, keterkaitan antara dharma-dharma tersebut sangat mendorong berkembangnya budaya akademik yang sehat.
1. Budaya Akademik dalam Penelitian
Jika kegiatan dalam dharma Pendidikan sudah berjalan dengan sendirinya karena kegiatan dalam dharma tersebut merupakan kegiatan pertama dan utama di PT - dan mau tak mau harus dilaksanakan, tidak demikian halnya dengan kegiatan dalam dharma Penelitian. Kegiatan-kegiatan penelitian dalam budaya akademik di Indonesia masih harus dibiasakan dan dibangun menjadi tradisi. Dapat dikatakan bahwa, tanpa kegiatan-kegiatan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat secara khusus, sebuah PT masih dapat berjalan, asalkan kegiatan proses belajar-mengajar dalam dharma pendidikan masih berlangsung.
Kegiatan penelitian memerlukan keahlian dan pelatihan yang khusus. Banyak dosen yang mahir dan piawai di kelas-kelas yang menarik perhatian mahasiswa tetapi belum tentu sekaligus dosen tersebut adalah peneliti yang baik dan belum tentu sekaligus penggiat kegiatan pengabdian kepada masyarakat. Kendala-kendala yang dapat disebut dalam kegiatan dharma Penelitian dalam budaya akademik di Indonesia antara lain:
(1) Sumberdaya manusia akademik yang kurang terlatih dan kurang berbakat, atau kurang bersungguh-sungguh.
(2) Melakukan penelitian belum menjadi kebutuhan.
(3) Keterbatasan dana atau anggaran penelitian.
(4) Kurang memadainya prasarana dan sarana pendukung, seperti peralatan software dan hardware, laboratorium, dan perpustakaan.
(5) Tuntutan yang kurang kuat dari kegiatan pendidikan dan pengabdian kepada masyarakat terhadap temuan dan hasil penelitian.
(6) Tuntutan yang kurang kuat dari pihak eksternal terhadap kebutuhan akan penelitian dan hasil penelitian.
(7) Keterbatasan akses terhadap jaringan penelitian di dalam maupun di luar negeri, khususnya para donor untuk kegiatan penelitian.
2. Budaya Akademik dalam Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Sebagaimana interaksi dan keterkaitan sinergis antara dharma Pendidikan dan dharma-dharma Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat seyogyanya berlangsung, pengembangan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi pun harus mendapat perhatian yang bersungguh-sungguh dalam budaya akademik. Persoalan ini menyangkut setidak-tidaknya pada 2 (dua) tataran:
(1) Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui dharma-dharma dalam Tri Dharma PT
(a) Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat dilakukan dalam proses belajar-mengajar di kelas, perpustakaan dan laboratorium. Melalui interaksi antara dosen dan mahasiswa dalam proses belajar-mengajar ilmu pengetahuan dan teknologi dikembangkan.
(b) Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat dilakukan dengan memanfaatkan teori, konsep, metode, eksperimen dan kasus dalam penelitian, dengan pembaharuan dan/atau pengayaan dari temuan dan hasil penelitian, yang pada gilirannya akan sangat bermanfaat bagi pengembangan dan penciptaan teori, konsep, dan metode baru dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, yang dapat didiseminasikan atau disebarkan melalui proses belajar-mengajar dalam dharma Pendidikan atau melalui media lain seperti diskusi, seminar dan artikel jurnal.
(2) Penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui dharma-dharma dalam Tri Dharma PT
(a) Penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat dilakukan dalam proses belajar-mengajar di kelas, perpustakaan dan laboratorium. Melalui interaksi antara dosen dan mahasiswa dalam proses belajar-mengajar ilmu pengetahuan dan teknologi diterapkan.
(b) Penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat dilakukan dalam kegiatan pengabdian kepada masyarakat.
(c) Penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat dilakukan dalam kegiatan-kegiatan industri pengolahan (manufacturing industry) dan industri jasa (service industry), yang merupakan kegiatan yang menghasilkan pendapatan (revenue generating activities).
Dapat diperhatikan bahwa menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi sebenarnya juga sekaligus berarti mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, demikian pula mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak mungkin dilakukan tanpa menerapkannya.

E. Refleksi Peran Sosial PTAI
Ada satu kritik yang cerdas dari Mastuhu, bahwa pendidikan Islam dewasa ini masih berkutat pada kerangka pendidikan Islam dengan nalar Islami klasik, belum berkutat pada nalar Islami kontemporer. Nalar Islami kontemporer yang dimaksud adalah memahami Islam tidak lagi pada tataran konsep (teoritis-normatif) tetapi lebih melihat kepada kenyataan pada ranah sosial dengan mengedepankan metode empiris-historis. Kecerdasan dan kearifan bersumber dari daya kritis dan kesadaran atas nilai diri dan sosial, sehingga tumbuh kepedulian pada sesama.
Susah memang, untuk memproduk mahasiwa menjadi sarjana yang ideal dalam arti tersebut di atas, karena pada kenyataannya kurikulum di Perguruan Tinggi masih berkutat (setidaknya masih dominan) pada penggarapan ranah kognitif, belum (setidaknya masih minim) pada ranah afektif dan psikomotorik. Sementara kehidupan di luar kampus sangat menunggu peran aktif para mahasiswa dan lulusan Perguruan Tinggi, akibatnya mahasiswa dihadapkan delima pada aktualisasi diri. Satu sisi mereka harus mampu menyelesaikan beban kuliah yang sangat padat, di sisi lain mereka harus mampu membaca dan merespon dunia masyarakat di luar kampus. Akibatnya mahasiswa memilih kecenderungannya masing-masing.
Bagi mahasiswa yang memilih corak profesional-pragmatis, akan memilih aktif kuliah di kelas dengan harapan cepat lulus, IP bagus, cepat mendapat pekerjaan, proses belajar yang diikuti hanya dipahami sebagai transfer of knowledge. Mahasiswa dengan corak seperti ini akan gagap ketika menghadapi kenyataan sosial masyarakatnya, bahkan kurang peka terhadap keinginan masyarakat secara sosial. Kondisi ini setidaknya dapat dilihat ketika mereka mengambil mata kuliah Kuliah Kerja Nyata (KKN) sebagai mata kuliah praktis-aplikatif. Mereka sama sekali (setidaknya pasif) tidak mempunyai ide kreatif dalam penyusunan maupun pelaksanaan program-progaram KKN di kelompoknya.
Sedangkan bagi mahasiswa yang memilih corak aktivis sosial, mereka terlibat aktif dalam kegiatan secara intens yang bersifat extrakurikuler di luar aktivitas akademik intra kampus (kuliah). Mahasiswa dengan corak seperti ini lebih peka dan peduli terhadap perubahan dan tuntutan masyarakatnya, sehingga salah satu mainstream wacana dan kegiatannya adalah pada upaya pemberdayaan masyarakat, dengan spirit penegakan keadilan, anti diskriminasi dan penegakan hak-hak civil society. Efek negatifnya mereka lama lulusnya, IP pas-pasan, biaya kuliah lebih banyak. Mereka biasanya lebih memilih beraktivitas di Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), karena tidak harus membutuhkan IP tinggi, tetapi butuh keterampilan, yang dapat diperoleh di luar kampus.

F. Penutup
Perkenankan saya menyimpulkan makalah ini sebagai berikut:
(1) Dalam wacana internasional, “budaya akademik” (academic culture) sangat erat kaitannya dengan “kebebasan akademik” (academic freedom) sebagai bagian dari “kebebasan berpendapat.”
(2) Budaya akademik sangat berkaitan dan dipengaruhi oleh situasi masyarakat tempat berkembangnya budaya akademik tersebut, khususnya kehidupan pemerintahan, politik, agama dan hak azasi manusia.
(3) Budaya akademik dapat berkembang melalui dharma-dharma dalam Tri Dharma PT, yaitu Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat.
(4) Budaya akademik dalam penelitian, pengembangan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat dilakukan di dalam masyarakat akademik (academic community) di dalam PT dan di luar PT, yakni masyarakat luas, dunia industri pengolahan (manufacturing industry) dan dunia industri jasa (service industry).
Sangat penting dicatat, bahwa sesungguhnya para pendukung, pelaku dan pengembang budaya akademik adalah masyarakat akademik yang menjalankan dan mengembangkan proses belajar-mengajar dalam kegiatan-kegiatan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Mereka tidak saja ilmuwan dan profesional dalam bidang disiplinnya masing-masing, melainkan intelektual, cendekiawan yang dituntut untuk memahami dan mengamalkan etika keilmuan dan etika profesi dalam pencarian dan penemuan kebenaran secara jujur, adil, terbuka, rasional, demokratis dan independen. Selain itu, harus dipahami bahwa dalam menjalankan perannya, masyarakat akademik tidak boleh terlepas oleh nilai-nilai moral, etika, dan keagamaan yang menjadi pertimbangan dan landasan bagi kegiatan-kegiatan keilmuan dan profesinya.

DESKRIPSI DIRI

INSTRUMEN SERTIFIKASI DOSEN

Deskripsi Diri




IDENTITAS DOSEN


1. Nama Dosen yang diusulkan : MOH. MASRUR
2. NIP/NIK/NRP : 19720809 200003 1 002
3. Perguruan Tinggi Pengusul : IAIN WALISONGO SEMARANG
4. Nomor Peserta
5. Rumpun/Bidang Ilmu yang Diajukan :
: -
TAFSIR – ILMU TAFSIR



















DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI ISLAM
KEMENTERIAN AGAMA RI
2010
DESKRIPSI DIRI DOSEN

Deskripsikan dengan jelas apa saja yang telah Saudara lakukan yang dapat dianggap sebagai prestasi dan/atau kontribusi bagi pelaksanaan dan pengembangan Tridharma Perguruan Tinggi, yang berkenaan dengan hal-hal berikut. Deskripsi ini perlu dilengkapi dengan contoh nyata yang Saudara alami/lakukan dalam kehidupan profesional sebagai dosen.

A. Pengembangan Kualitas Pembelajaran

A.1. Berikan contoh nyata usaha kreatif yang telah atau sedang Saudara lakukan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran; dan jelaskan dampaknya!

Deskripsi:
(1) Usaha kreatif : Setiap kali memulai perkulian baru di awal semester, saya selalu melakukan brainstorming pembelajaran terlebih dulu kemudian dilanjutkan dengan melakukan kontrak belajar dengan mahasiswa. Brainstorming ini penting diberikan karena untuk merangsang gairah dan minat belajar mahasiswa di kelas. Sekalipun sudah berstatus mahasiswa, tetapi perilaku belajar mereka sering saya dapati tidak lebih baik dibanding ketika mereka masih berada di bangku SLTA. Kebanyakan mahasiswa kalau ditanya satu persatu tidak punya perencanaan dan agenda kuliah yang matang. Materi yang saya berikan dalam brainstorming tersebut antara lain : Perencanaan dan agenda kuliah, pendidikan untuk kemandirian hidup, kiat belajar sukses di Perguruan Tinggi, long life education, belajar dari pengalaman, dll.
Dampak yang bisa dirasakan dari pemberian brainstorming pembelajaran tersebut antara lain mahasiswa lebih memiliki kesiapan dini dalam mengikuti proses pembelajaran di PT, terbiasa membuat perencanaan kuliah, menyadari arti pentingnya belajar untuk kemandirian hidup.
Setelah brainstorming dianggap cukup, saya lalu menyampaikan kontrak belajar dengan mahasiswa perihal materi kuliah (Silabus dan SAP), metode dan setrategi pembelajaran yang dipakai, tata tertib perkuliahan yang disepakati bersama, penjadwalan ulang waktu kuliah, jenis-jenis penugasan mahasiswa dan sistem evaluasi pembelajaran yang dipakai.

(2) Usaha kreatif : Pada mulanya metode kuliah yang sering saya pakai di kelas adalah ceramah dan diskusi kelompok. Kenapa menggunakan ceramah karena metode ini adalah merupakan metode pembelajaran yang paling tua dan yang paling sering digunakan oleh para dosen, matode yang lainnya adalah diskusi kelompok. Kelas saya bagi ke dalam beberapa kelompok, kemudian masing-masing kelompok saya beri tugas untuk menyiapkan paper presentasi yang mengupas tema-tema sesuai silabus terkait. Beberapa semester metode ini saya pakai dalam perkuliahan.
Dampaknya, setelah saya lakukan evaluasi baik secara tertulis maupun lisan dengan melakukan review yang bersifat mingguan disetiap awal atau akhir perkuliahan, hasil akhirnya ternyata tingkat pencapaian hasil belajarnya kurang memenuhi target. Sekalipun materi kuliah sudah selesai didiskusikan oleh semua kelompok, kurang dari 65% dari materi yang bisa diserap oleh mahasiswa. Umumnya setiap kelompok hanya menguasai tema tugasnya sendiri, sementara tema-tema lain di luar tugas utamanya kurang menjadi perhatiannya. Padahal semua tema kuliah yang didiskusikan melalui penugasan diskusi kelompok tersebut adalah satu-kesatuan yang tidak bisa terpisahkan.
Belajar dari kasus tersebut, disamping karena terinspirasi oleh pengalaman hasil mengikuti “TOT Active Learning for Higher Education (ALFHE)” yang diselenggarakan oleh USAID tahun 2009 di Batu Malang, maka pada semester-semester selanjutnya saya lebih memilih model-model pembelajaran yang berbasis active learning. Diantaranya yang sering saya terapkan di kelas adalah “model pembelajaran berbasis masalah” dan “Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Investigasi kelompok”. Dampak yang dihasilkan dengan menggunakan setrategi active learning ini, semangat belajar mahasiswa bertambah serius, pembelajaran lebih berpusat pada mahasiswa, pertanyaan-pertanyaan yang mereka ajukan langsung bisa direspon oleh temennya sendiri, pada saat mengkaji topik tertentu setiap mahasiswa berusaha menyampaikan pengalaman dan pendapat terbaiknya, mahasiswa dan akhirnya hasil nilai belajarnya 80–90% baik dan lulus.
(3) Usaha kreatif : Sejak ruang kelas/kuliah di Fakultas Ushuluddin IAIN Walisongo dilengkapi dengan multi media (smart class) saya selalu memanfaatkan media tersebut sebagai alat pembelajaran. Hal ini saya lakukan dengan menyampaikan materi kuliah dalam bentuk power point dan kemudian saya tayangkan melalui LCD Projector/in focus. Powert point saya buat semenarik mungkin dengan pilihan font, baground serta animasi yang saya sesuaikan dengan tema/materi kuliah yang saya berikan.
Dalam mata kuliah Kajian Tafsir Klasik-Modern yang saya ampu, fasilitas LCD yang ada di ruang kuliah disamping utk menayangnkan power point pembelajaran yang saya berikan, juga saya manfaatkan untuk menayangkan CD kitab-kitab keislaman. Diantara CD yang sering saya tayangkan di kelas adalah al-Maktabah al-Syamilah sebagai rujukan primer resources guna melacak sumber-sumber asli dari kitab tafsir babon yang tersedia.
Dampak dari suasana pembelajaran yang berbasis TIK tersebut, ternyata kelas menjadi lebih bergairah dan hidup, problem mengantuknya mahasiswa saat mengikuti kuliah terutama di siang dan sore hari secara efektif bisa dikurangi, serta mahasiswa lebih memahami materi yang saya berikan hal ini nampak dari prestasi mahasiswa yang meningkat jika dilihat dari sebaran nilai ujian dan membaiknya kualitas tugas mahasiswa. Manfaat lain, mahasiswa langsung bisa kita tunjukkan beberapa buku tafsir “babon” sekaligus menelaah beragam penafsiran para mufassir tanpa harus bersusah-susah membawa kitab-kitab tafsir yang berjilid-jilid tersebut ke ruang kuliah.

A.2. Berikan contoh nyata kedisiplinan, keteladanan, dan keterbukaan terhadap kritik yang Saudara tunjukkan dalam pelaksanaan pembelajaran.
Deskripsi:
(1) Kedisiplinan : Dalam menjalankan tugas sehari-hari di kampus, saya selalu berusaha menjaga kesiplinan kerja. Kedisiplinan kerja ini saya terapkan baik ketika berhadapan dengan pimpinan, teman seprofesi, staf administrasi maupun mahasiswa. Diantara kedisiplinan diri yang selama ini selalu saya usahakan dan pertahankan adalah melaksanakan semua tugas yang diberikan oleh pimpinan terutama yang terkait dengan kepanitiaan yang bersifat ad hoc, disamping melaksanakan tugas-tugas pokok saya sebagai dosen antara lain selalu meng-upgrade Sillaby dan SAP disetiap awal semester, menyetorkan nilai mahasiswa (semesteran, bimbingan skripsi, PPL/KKL) tepat waktu, menyebarkan ide dan gagasan lewat tulisan yang dimuat di beberapa Jurnal Ilmiah.
Terkait dengan pembelajaran di kelas, karena di setiap awal kuliah saya selalu melakukan kontrak belajar dengan mahasiswa, yang isinya antara lain menjaga kedisiplinan waktu masuk kelas. Toleransi keterlambatan masuk kelas disepakati bersama, maksimal 10 menit ini berlaku bagi mahasiswa maupun bagi saya sebagai dosen. Maka, kalau saja masih ada mahasiswa yang terlambat lebih dari waktu toleransi yang disepakati, saya persilahkan meninggalkan kelas. Demikian juga sebaliknya, mahasiswa saya persilahkan menolak kehadiran saya atau bahkan melaporkan saya kepada pimpinan, kalau saya datang terlambat.
Keteladanan. Berhasil atau tidaknya pembelajaran yang diberikan di kelas, sesungguhnya terkait dengan sanggup tidaknya “seorang dosen” memberikan tauladan atas keilmuan atau perilaku sosial kesehariannya kepada para mahasiswa. Saya selalu berusaha menunjukkan kepada mahasiswa beberapa karya ilmiah yang pernah saya tulis dan dimuat di beberapa Jurnal Ilmiah yang diterbitkan di lingkungan IAIN Walisongo terutama yang terkait dengan topik kuliah, ini saya lakukan karena saya ingin menunjukkan kejujuran ilmiah kepada mahasiswa baik dalam hal mengutip sumber-sumber rujukan maupun dalam hal menganalisis suatu permasalahan. Di sela-sela kuliah, saya juga kerap kali bercerita tentang perjuangan dan pengalaman hidup yang pernah saya alami, dengan cerita yang saya berikan dan berbagi pengalaman tersebut saya berharap ada mahasiswa yang terinspirasi olehnya.
Keterbukaan terhadap krtitik. Orang lain itu adalah cermin dalam kehidupan kita, kalau orang lain menilai kita baik, maka baik pula kita. Sebaliknya, kalu ada orang lain yang menilai kita tidak/kurang baik, maka tidak baik pula sebenarnya kita. Kritik adalah media yang bisa digunakan untuk menilai baik atau tidak, berhasil atau tidak pembelajaran yang kita lakukan. Selama ini, saya berusaha menerima dengan senang hati atas berbagai kritik/koreksi yang diberikan baik yang datang dari pimpinan, teman sejawat, karyawan administrai maupun dari mahasiswa. Bahkan di akhir setiap perkuliahan, saya selalu membagikan formulir isian yang berisi adalah : tanggapan mahasiswa atas jalannya proses pembelajaran di kelas, meminta kritik usul dan saran mahasiswa terkait dengan tema-tema kuliah yang lebih up to date serta sumber-sumber referensi kontemporer yang terkait dengan mata kuliah yang ada.
Sebagai dosen yang mendapat tugas tambahan di Rektorat, suatu hari malalui salah seorang Kabag di Institut, saya diberi masukan kalau saya sering dianggap “keras kepala” oleh pimpinan dalam kaitannya dengan pelaksanaan program kegiatan. Atas masukan dan kritik tersebut, saya mengucapkan “terima kasih” dan menerima dengan lapang dada sekaligus sebagai bahan instropeksi diri saya untuk perbaikan diri di kemudian hari.

B. Pengembangan Keilmuan/Keahlian :

B.1. Sebutkan produk karya-karya ilmiah (buku, artikel, paten, dll) yang telah Saudara hasilkan dan pihak yang mempublikasikannya. Bagaimana makna dan kegunaannya dalam pengembangan keilmuan. Jelaskan bila karya tersebut memiliki nilai inovatif

Deskripsi :
(1) Produk karya-karya Ilmiah :
Jenis Judul Karya Ilmiah Tahun Keterangan
Penelitian Relevansi Paradigma Politik Cak Nur ”Islam Yes, Partai Islam No” dalam Konteks Perpolitikan Umat Islam Indonesia Kontemporer. 2010 sebagai peneliti individual
Survey : Study on Parent & Community Attitude Toward Madrasah Education Independent Monitoring and Evaluasion of the MEDP Project (TA No.:4891-INO) Asian Development Bank, tanggal 9 – 16 March 2009 di Kabupaten Cilacap Jawa Tengah 2009 sebagai surveyor
Survey : Baseline Study Independent Monitoring and Evaluasion of the MEDP (TA No.:4891-INO) Asian Development Bank, tanggal 4 – 11 Januari 2009 di Kabupaten Cilacap Jawa Tengah. 2009 sebagai surveyor
Kyai Soleh Darat dan RA. Kartini : Menguak Sejarah Penulisan Tafsir Faid al-Rahman karya Soleh Darat, Penelitian Individual Mandiri di IAIN Walisongo. 2008 sebagai peneliti individual
Survey Kesehatan Reproduksi Mahasiswa di Semarang, kerjasama JEN dengan 5 PTN/PTS di Semarang. 2007 sebagai konsultan peneliti
Corak Sufisme Jawa : Pergumulan antara Tawasuf Heterodoks dan Ortodoks, Penelitian Individual DIPA IAIN Walisongo. 2005 sebagai peneliti individual
Potensi ZIS/BAZIS di Jawa Tengah untuk Pemberdayaan Masyarakat, kerjasama Balitroh Depag Semarang dengan Balitbang Propinsi Jawa Tengah. 2004 sebagai anggota peneliti
Jurnal Ilmiah Kyai Soleh Darat, Tafsir Faid al-Rohman dan RA. Kartini, jurnal TEOLOGIA Fak. Ushuluddin IAIN Walisongo Semarang, Vol.20, Nomor 2, Juli 2009. 2009 sebagai penulis
Kudeta Makkah : Sejarah yang Tak Terkuak, Book Review, jurnal Taqaddum, (UPMA IAIN Walisongo Semarang), Vol.2, Nomor 2, Nopember 2009 2009 sebagai reviewer
Prof. Fazlur Rahman (1919–1988): Perintis Metode Tafsir Kontekstual, jurnal Taqaddum, (UPMA IAIN Walisongo Semarang), Vol.2, Nomor 1, Juli 2009. 2009 sebagai penulis
Rekonstruksi Pemikiran Islam Klasik (Kalam dan Tasawuf) Perlukah ? jurnal Taqaddum, (UPMA IAIN Walisongo Semarang), volume.1, Juli 2008 2008 sebagai penulis
Sufisme Jawa Awal : Pergumulan antara Tasawuf Ortodoks dan Heterodoks, jurnal TEOLOGIA, (Fak. Ushuluddin IAIN Walisongo Semarang), vol.18, 1, Januari 2007. 2007 sebagai penulis
Mengenang Cak Nur : Dari Pembaharu sampai Guru Bangsa, jurnal Wahana Akademika (Kopertais wil.X Jateng, Pebruari, 2006).
2006 sebagai penulis
Model Penulisan Tafsir al-Qur’an di Nusantara abad ke-17 – 20, jurnal Teologia, (Fak. Ushuluddin IAIN Walisongo, Vol.16, nomor 2, Juli 2005). 2005 sebagai penulis
Tarjuman al-Mustafid : Tafsir al-Qur’an Pertama di Nusantara, jurnal Wahana Akademika, (Kopertais wil.X Jateng, Volume 7, nomor 1, Pebruari 2005). 2005 sebagai penulis
Tasawuf dan Islamisasi di Jawa, jurnal Analisa, (Balitbang Depag Semarang, Nomor 17, tahun IX, April 2004). 2004 sebagai penulis
Sistem Peguron dalam Tradisi Sufi : Telaah atas Etika Mistik Imam al-Ghazali, Jurnal Wahana Akademika, (Kopertais, wil.X Jawa Tengah, Volume 6, Januari – Juni 2004). 2004 sebagai penulis
Syaikh Siti Jenar dan Penyebaran Tasawuf Falsafi di Jawa, jurnal Dewa Ruci, (Pusat Kajian Islam dan Budaya Jawa IAIN Walisongo, edisi 8, Januari-Juni 2004). 2004 sebagai penulis
Cak Nur dan Desakralisasi Konsep Negara Islam, jurnal Teologia, (Fak. Ushuluddin IAIN Walisongo, Vol.12, nomor 1, Pebruari 2004). 2004 sebagai penulis
Buku Manual Prosedur Penjaminan Mutu Akademik IAIN Walisongo, Rasail – Walisongo Press. 2009 sebagai editor
Mengenal Para Mufassir al-Qur’an di Nusantara, Buku Ajar Mata Kuliah PTI (Perkembangan Tafsir di Indonesia), belum diterbitkan. 2007 sebagai penulis
Pengembangan Kurikulum Madrasah Diniyah di Mijen Semarang, buku project pengembangan Madin oleh IAIN Walisongo, belum diterbitkan. 2006 sebagai anggota pe nulis
Khutbah-Khutbah Pemberdayaan Masyarakat, diterbitkan oleh UMS Press, Surakarta. 2005 sebagai anggota pe nulis
Tasawuf Kontesktual : Memaknai Inklusifitas Keberagamaan, diterbitkan oleh LPK2 Semarang – Pustaka Pelajar Jogjakarta. 2003 Sebagai editor
Makalah yg dipresentasikan “Model-model Pembelajaran Aktif di Perguruan Tinggi”, makalah dipresentasikan pada forum Workshop Active Learning for Higher Education (ALFHE) bagi dosen muda IAIN Walisongo, tgl. 14 – 15 Mei 2010. 2010 sebagai narasumber
“Prinsip-prinsip Penyusunan RAB : Rasional, logis dan akuntable”, makalah dipresentasikan pada kegiatan Workshop Pembinaan Qoryah Toyyibah oleh PW. Aisyiyah Jateng tgl. 26 – 29 Pebruari 2010 di wisma BKKBN Ambarawa. 2010 sebagai narasumber
“Memperbincangkan Manhaj Tafsir Doble Movement Gagasan Fazlur Rahman”, makalah diperesentasikan pada forum diskusi rutin dosen Fak. Ushuluddin IAIN Walisongo. 2009 sebagai narasumber
“Analisis SWOT dalam Kepemimpinan”, makalah disampaikan pada forum Workshop Bidang kemahasiswaan IAIN Walisongo 2008 sebagai narasumber
“Model-Model Pendampingan Pemberda-yaan Masyarakat MPM PWM Jawa tengah”, makalah dipresentasikan pada forum lokakarya sehari di Universitas Muhamadiyah Purwokerto, tgl. 10 Desember 2007. 2007 sebagai narasumber
“Kitab-Kitab Tafsir Karya Ulama Nusantara : Pemetaan Metodologi”, makalah dipresentasikan dalam forum diskusi dosen Fak. Ushuluddin IAIN Walisongo 2007 sebagai narasumber
“Membangun Paradigma Islam di Tengah Perkembangan Masyarakat Global”, makalah dipresentasikan dalam forum diskusi dosen Fak. Ushuluddin IAIN Walisongo. 2007 sebagai narasumber
“Problem Solving”, makalah disampaikan pada forum Workshop Bidang kemahasiswaan IAIN Walisongo. 2007 sebagai narasumber
“Teori dan Aplikasi Tipologi Kepemimpinan”, makalah disampaikan pada forum Workshop Bidang kemahasiswaan IAIN Walisongo. 2006 sebagai narasumber
“Potret Guru TPQ : Antara Kareir dan Kesejahteraan”, makalah disampaikan pada forum Diklat Guru TPQ se-Kota Semarang. 2005 sebagai narasumber


(2) Makna dan kegunaan :
Semua karya ilmiah yang saya hasilkan di atas terkait dengan latar belakang pendidikan yang saya tekuni selama ini (S.1 jurusan Tafsir Hadits, S.2 jurusan Etika dan Tasawuf), terkait dengan tugas tambahan saya di IAN Walisongo yang pernah ditugasi sebagai “dosen bina SKK” Institut, maupun terkait dengan keterlibatan saya sebagai aktivis sosial di tengah-tengah masyarakat.
Karya ilmiah yang bertemakan seputar tafsir al-Qur’an tersebut berguna sebagai sumbangsih keilmuan yang saya tekuni terhadap khazanah kajian tafsir al-Qur’an. Karya ilmiah yang bertemakan etika dan tasawuf tersebut berguna sebagai sumbangsih saya terhadap khazanah kajian etika dan tasawuf di Nusantara. Sementara, berbagai kegiatan penelitian maupun survey yang pernah saya lakukan tersebut bermakna dan berguna bagi para steakholder yang terkait. Kemudian karya-karya ilmiah lainnya, ini tentu sebagai bukti kepekaan dan kepedulian saya terhadap problematika masalah sosial kemasyarakatan.

(3) Nilai Inovasi :
Ada ungkapan orang bijak yang berbunyi seperti ini “Tidak ada barang baru di kolong langit ini, semua karya yang pernah kita hasilkan pasti sudah pernah dibaca dan ditulis orang”. Nah sekalipun begitu, semua karya tulis yang pernah saya buat sebagaimana tersebut di atas bisa jadi semuanya bersifat pengulangan, tetapi secara pribadi saya tetap bisa mempertanggung-jawabkannya secara keilmuan sesuai dengan kaidah yang berlalu, disamping tentu saja ada hal-hal baru yang mesti saya kemukakan dari setiap tulisan yang pernah saya hasilkan tersebut.
Sebagai contoh, materi makalah yang berjudul “Model-model Pembelajaran Aktif di Perguruan Tinggi”, yang presentasikan pada forum Workshop Active Learning for Higher Education (ALFHE) bagi dosen muda IAIN Walisongo, tgl. 14 Mei 2010 kemaren sekalipun materi ini bagi dosen-dosen Tarbiyah mungkin dianggap tidak menarik, tapi bagi dosen lain di luar Tarbiyah adalah merupakan ilmu dan pengalaman baru yang bisa dimanfaatkan untuk memperkaya metode pembelajaran di kelas supaya lebih manarik dan tidak membosankan mahasiswa.


B.2. Berikan contoh nyata konsistensi dan target kerja yang Saudara tunjukkan dalam pengembangan keilmuan/keahlian.
Deskripsi :
Konsistensi keilmuan/keahlian : Sebagaimana saya ungkapkan pada point B.1. sub (2). Semua karya ilmiah yang pernah saya hasilkan di atas terkait langsung [konsisten) dengan latar belakang pendidikan yang saya tekuni selama ini (S.1 jurusan Tafsir Hadits, S.2 jurusan Etika dan Tasawuf), terkait dengan mata kuliah yang saya ajarkan (Tafsir, Perkembangan Tafsir di Indonesia, Ulmul Qur’an, MSI), terkait dengan tugas tambahan saya di IAIN Walisongo selama ini maupun terkait dengan keterlibatan saya sebagai aktivis sosial di tengah-tengah masyarakat. Sehingga konsistensinya tampak jelas sekali.
Target kerja :
Beberapa kawan saya sering menyebut bahwa saya ini kategori orang yang “doyan kerja”. Saya tidak pernah membatasi kerja dengan jam masuk/pulang kantor. Hampir setiap hari di kantor UPMA IAIN Walisongo ketika tidak ada lembur pun saya selalu pulang di atas jam 17 sore, sementara umumnya karyawan administrasi di kampus 1 pulang kantor tepat waktu, jam 15.30 WIB. Bagi saya, kebermaknaan kerja itu tidak bisa diukur hanya dari datang/pulang kantor tepat waktu, tetapi dari produktifitas dan target kerja yang dicapai setiap kali kita masuk kantor. Bahkan di hari-hari libur pun (Sabtu-Minggu), saya sering masuk kantor untuk merampung pekerjaan yang belum selesai dikerjakan selama 5 hari kerja yang disepakati selama ini.
Semua pekerjaan keilmuan yang ditugaskan kepada saya selama, alhamdulillah berhasil saya rampungkan sesuai dengan target kerja dan scheduling yang disepakati. Termasuk dalam kaitan ini adalah tugas menyerahkan nilai mahasiswa pada setiap akhir semester, alhamdulillah selalu bisa saya setorkan ke Fakultas tepat waktu.


C. Pengabdian kepada Masyarakat :

C.1. Berikan contoh nyata penerapan ilmu/keahlian Saudara dalam kegiatan pengabdian kepada masyarakat. Deskripsikan dampak perubahan dan dukungan masyarakat terhadap kegiatan tersebut!
Deskripsi :
Sebagai PNS di lingkungan Kementerian Agama yang kebetulan berprofesi sebagai dosen pada mata kuliah tafsir dan ilmu tafsir, saya telah melakukan serangkaian kegiatan pengabdian kepada masyarakat, baik yang terkait langsung dengan pengembangan keilmuan yang saya miliki maupun terkait karena keterlibatan saya sebagai aktivis sosial di tengah-tengah masyarakat. Serangkaian kegiatan tersebut saya jabarkan pada tabel di bawah ini :
No Uraian Kegiatan Pengabdian Tahun Bertugas
1. Khotib tetap Jum’at di beberapa masjid di Semarang : Masjid al-Huda Kampus 1, masjid Kampus 2, masjid kampus 3, masjid al-Falah Perumahan BPI, masjid Nuril Yaqin Rumdis AL Kalibanteng, masjid at-Taqwa RW.III Ngaliyan, masjid at-Taqwa Jl. Gatot Subroto Bambannkerep. 2000 - sekarang
2. Imam dan Penceramah Ramadhan di beberapa masjid di Semarang : Masjid al-Huda Kampus 1, masjid Kampus 2, masjid kampus 3, masjid al-Falah Perumahan BPI, masjid Nuril Yaqin Rumdis AL Kalibanteng, masjid at-Taqwa RW.III Ngaliyan, masjid at-Taqwa Jl. Gatot Subroto Bambannkereb 2000 - sekarang
3. Penceramah rutin pengajian mingguan jum’at sore ibu-ibu di masjid at-Taqwa RW III Ngaliyan. 2005 - sekarang
4. Penceramah tetap pengajian bulanan ibu-ibu PKK Rt.05 Rw.III Ngaliyan. 2005 - sekarang
5. Narasumber utama pengajian bulanan Bapak/Ibu Rt.05 Rw.III Ngaliyan Semarang 2005 - sekarang
6. Pembina Ikatan Remaja Masjid RW.III Ngaliyan 2005 - sekarang
7. Wakil Ketua dan Penceramah Rutin Pengajian Bulanan “An-Nadwa” masjid at-Taqwa RW. III Ngaliyan Semarang 2005 - sekarang
8. Sekretaris Paguyuban Rukun Kematian RW.III Ngaliyan Semarang 2008 - sekarang
9. Seksi Bintal RW.III Ngaliyan 2007 - sekarang
10. Tim Pemantau Independen (TPI) UAN SLTP-SLTA Jateng di Kab. Wonogiri dan Kota Surakarta, tahun 2009. 2009
11. Tim Pemantau Independen (TPI) UAN SLTP-SLTA Jateng di Kab. Batang, tahun 2008. 2008
12. Tim Pemantau Independen (TPI) UAN SLTP-SLTA Jateng di Kab. Banjarnegara, tahun 2007 2007
13. Ketua KPPS TPS 06 Rw.3 Kel. Ngaliyan dalam PILWAKOT Semarang 2010
14. Ketua KPPS TPS 08 Rw.3 Kel. Ngaliyan dalam Pemilu Legislatif Tahun 2009. 2009
15. Aktif di Yayasan/PKBM Indonesia Pusaka Semarang 2008 – sekarang
16. Komite Sekolah di TK ABA 54 Ngaliyan Semarang 2005 – sekarang
17. Sekretaris Takmir Masjid at-Taqwa RW. III Ngaliyan Semarang 2009 - sekarang

Dampak Perubahan :
Keterlibatan saya dalam berbagai kegiatan di masyarakat tampaknya juga membawa pengaruh perubahan di masyarakat. Sebagai contoh, di lingkungan dimana saya sekarang saya berdomisili yang sebelumnya tidak pernah ada pengajian keagamaan di tingkat RT, tetapi sejak tahun 2006 (satu tahun setelah saya tinggal di situ) bisa menyelenggarakan kegiatan pengajian di tingkat RT dan alhamdulillah sampai sekarang terus bisa berjalan rutin setiap bulan, wawasan keagamaan masyarakat setempat juga semakin bertambah luas karena di forum pengajian tersebut selalu kami buka ruang dialog dan tanya jawab keagamaan serta masalah-masalah kontemporer.
Sebagai pembina remaja masjid di tingkat RW dimana saya domisili, saya juga berhasil mengaktifkan kembali kegiatan remaja masjid at-Taqwa RW.III Ngaliyan Semarang yang sudah bertahun-tahun fakum melalui kegiatan pengajian rutin remaja masjid bulanan, membenahi struktur kepengurusan remaja masjid, melibatkan remaja pada berbagai event kepanitiaan kegamaan yang sebelumnya hanya diisi oleh orang-tua.
Keterlibatan saya sebagai komite sekolah di TK ABA 54 Jl. Gatot Subroto Ngaliyan Semarang, bersama-sama dengan tokoh masyarakat serta para dewan guru yang ada, pada akhir tahun 2007 yang lalu bisa memperoleh bantuan dana blockgrand pengembangan TK swasta menjadi TK Pembina Kecamatan senilai Rp. 450 juta dari Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah yang dengan dana bantuan tersebut kami bisa membangun sarana dan prasarana TK swasta termegah dan terlengkap di kecamatan Ngaliyan Semarang sampai saat ini.

Dukungan Masyarakat :
Semua kegiatan kemasyarakatan yang saya jalani selama ini, senantiasa mendapat dukungan penuh oleh masyarakat, mulai dari level RT, RW, di lingkungan masjid, di lingkungan sekolah dan lain sebagainya. Di level RT dimana saya berdomisili misalnya, pada pilihan kepengurusan RT akhir tahun 2009 yang lalu saya pilih untuk menjadi Sekretaris RT 05 RW III Ngaliyan, di lingkungan masjid at-Taqwa RW.III Ngaliyan saya juga dipercaya sebagai Sekretaris Takmir periode 2010-2015. di TK ABA 54, posisi saya sebagai ketua komite sekolah juga terus didukung dan dipertahankan. Semua ini membuktikan bahwa kehadiran dan kiprah saya di tengah-tengah lingkungan masyarakat bisa diterima sekaligus mendapat dukungan penuh.

C.2. Berikan contoh nyata kemampuan berkomunikasi dan kerjasama yang Saudara tunjukkan dalam pengabdian kepada masyarakat.

Kemampuan berkomunikasi :
Sesunguhnya universitas yang sesungguhnya itu adalah di tengah masyarakat bukan di kampus. Menyadari akan hal itu, maka seyogyanya sebagai insan kampus, lebih-lebih sebagai PNS di lingkungan Kementerian Agama tentu memiliki tugas tambahan yang tidak ringan dibanding dengan PNS lainnya untuk selalu membina kehidupan sosial kemasyarakatan, nah kemampuan berkomunikasi adalah kunci utama untuk bisa membina bekerjasama di tengah-tengah masyarakat tersebut.
Keterlibatan saya di berbagai kegiatan pengabdian masyarakat di atas, adalah bukti bahwa saya bisa membangun berkomunikasi dengan lingkungan secara baik. Selama ini, dimanapun saya berada selalu berusaha untuk menghormati orang yang lebih tua baik secara pengalaman, umur maupun keilmuan. Demikain pula dengan teman/tetangga yang seusia. Kepada anak-anak dan remaja pun saya selalu berusaha untuk tidak menjaga jarak.
Sebagai penceramah pengajian, saya selalu membuka kesempatan dialog di setiap akhir atau tengah-tengah pengajian dengan audiens. Hal ini saya lalukan untuk membangun suasana pengajian yang dialogis (komunikasi dua arah), bisa saling belajar pengalaman dengan para jamaah.

Kemampuan Kerjasama :
Memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi adalah modal utama untuk membangun kerjasama dengan masyarakat. Berikut bebera contoh kerjasama yang pernah atau sedang saya lakukan di masyarakat. Sebagai sekretaris Paguban Rukun Kematian Warga RW III Ngaliyan, setiap kali ada peristiwa kematian di lingkungan RW III, saya langsung mengkontak kepada para ketua RT (12 RT) untuk menghimpun uang duka per KK Rp. 2000, yang kemudian setelah uang duka tersebut terkumpul, kemudian kita sumbangkan kepada keluarga yang kena musibah, kegiatan ini sudah berlansung sejak tahun 2008 – sekarang.
Sebagai ketua komite sekolah, pada tahun 2007 yang lalu bersama-sama dengan pengurus yayasan, tokoh-tokoh masyarakat sekitar sekolah dibantu kepala sekolah, alhamdulillah berhasil meyakinkan Kepala Dinas P & K Propinsi Jateng sehingga dipercaya untuk memperoleh proyek TK Pembina Kecamatan senilai Rp. 450 juta untuk membangun TK ABA 54 Ngaliyan.
Sebagai sekretaris yayasan/PKBM Indonesia Pusaka, bersama dengan tokoh-tokoh masyakarat kami bisa menyelenggarakan pendidikan program keaksaraan PAKET B dan PAKET C untuk para PRT “secara gratis” sejak tahun 2008 yang lokasi pembelajarannya di SD Purwoyoso 11 (SD BPI) Ngaliyan Semarang.

D. Manajemen/Pengelolaan Institusi :

D.1. Berikan contoh nyata kontribusi Saudara sebagai dosen, berupa pemikiran untuk
meningkatkan kualitas manajemen/pengelolaan institusi (universitas, fakultas, jurusan, laboratorium, manajemen sistem informasi akademik, dll), implementasi kegiatan, dan bagaimana dukungan institusi terhadap kegiatan tersebut.

Deskripsi :
Pemikiran : Sewaktu masih berkantor di Fakultas, diantara tugas yang diberikan oleh pimpinan Fakultas kepada saya adalah mendaftar peserta ujian munaqosah/skripsi dan komprehensif. Ketika mendesain penjadwalan inilah sekaligus saya membuat database penguji dengan mempertimbangkan aspek profesionalitas keilmuan dan azas pemerataan kesempatan. Pemutakhiran database ini selalu saya upgrade setiap kali membuat jadwal ujian munaqosah/komprehensif di fakultas. Kemudian di setiap akhir awal semester saya membuat rekap/laporan tertulis kepada pimpinan. Dalam implementasi kegiatan : suatu hari ada komplain dari dosen senior kepada pimpinan fakultas karena merasa penjadwalan menguji munaqosahnya sangat minim. Sempat terungkap kata-kata bahwa penjadwalan munaqosah “tidak adil dan tidak merata”. Atas kasus ini, saya diminta oleh pimpinan untuk menunjukkan sekaligus menjelaskan hasil rekap database penguji ujian munaqosah/komprehensif, setelah melihat data tersebut, endingnya dosen yang bersangkutan bisa memahami dan menerima. Atas inisiatif pembuatan induk database penguji munaqosah/komprehensif ini, pimpinan Fakultas terutama Pembantu Dekan 1 sangat setuju dan mendukung penuh atas usaha tersebut.

Pemikiran : Pada waktu awal-awal sebagai dosen Bina SKK Institut, saya mengusulkan kepada Pimpinan IAIN supaya ada program kegiatan yang bisa mempertemukan antara pimpinan IAIN, pemilik kos-kosan mahasiswa, tokoh-tokoh masyarakat di sekitar kampus, dan para mahasiswa. Kegiatan ini penting untuk membangun sillaturahmi dari hati-kehati dengan berbagai elemen masyarakat yang terkait, karena sering ada komplain dari masyarakat atas berbagai perilaku asosial mahasiswa di kos kosan. Implementasi kegiatan, atas usul tersebut pimpinan IAIN setuju dan mendukung penuh. Setiap tahun bidang kemahasiswaan memiliki alokasi anggaran khusus untuk program “bina lingkungan” tersebut. Lokasi pertemuan bisa bergantian pernah di aula kampus 1, tetapi yang paling sering adalah di beberapa masjid dan Balai Kelurahan yang ada di sekitar kampus. Beragaman manfaat bisa didapatkan atas implementasi program bina lingkungan kampus tersebut, sehingga pimpinan IAIN mendukung penuh atas implementasi program tersebut, namun sayang sepertinya akhir-akhir ini program bina lingkungan tersebut tidak berlanjut alias mandeg.

Pemikiran : Pada tahun 2008 awal, saya bersama anggota tim lainnya oleh Pimpinan IAIN diberi tugas untuk mengawal pengusulan PK-BLU IAIN Walisongo ke Menteri Keuangan melalui Menteri Agama. Kesempatan sebagai anggota tim BLU inilah saya laksanakan dengan sebaik-baiknya tentu dengan mempersiapkan berbagai dokumen yang diperlukan sebagai persyaratan pengusulan tersebut. Lebih dari 6 bulan saya dan anggota TIM inti lainnya berjibaku mempersiapkan pengusulan BLU tersebut, dan hasilnya alhamdulillah Maret 2009 Menteri Keuangan RI menyetuji penerapan PK-BLU di IAIN Walisongo Semarang. Implementasi program : Terhitung sejak Maret 2009 manajemen pengelolaan administrasi keuangan di IAIN Walisongo beralih dari pola SATKER ke Manajemen BLU. Banyak kemudahan yang diharapkan diperoleh dari penerapan manajemen pengelolaan keuangan dengan model BLU ini, diantaranya adalah IAIN bisa mengusulkan tarif khusus, civitas akademika bisa memperoleh remunerasi dan reward atas prestasi kerjanya, dan lain-lainnya.

D.2. Berikan contoh nyata kendali diri, tanggungjawab, dan keteguhan pada prinsip yang Saudara tunjukkan sebagai dosen dalam implementasi manajemen/ pengelolaan institusi.

Deskripsi:
Kendali diri : Selama menjalankan tugas di IAIN, saya selalu berusaha untuk bisa menempatkan diri dan memiliki pengendalikan diri. Dua modal inilah, yang bisa jadi menyebabkan saya yang meskipun hanya sebagai dosen biasa yang diberi tugas tambahan sebagai staf ahli di UPMA IAN Walisongo, alhamdulillah saya bisa bergaul dan diterima oleh semua civitas akademika IAIN Walisongo, mulai dari satpam, cleaning servis, staf administrasi, mahasiswa dan pejabat kampus. Disamping itu, sebagai staf ahli di Unit Penjaminan Mutu Akademik saya selalu berusaha untuk menjalankan tugas-tugas manajerial sesuai dengan tupoksi yang diberikan pimpinan UPMA kepada saya.
Tanggungjawab :
Semua pekerjaan dosen yang ditugaskan kepada saya selama ini, alhamdulillah berhasil saya rampungkan sesuai dengan target kerja dan scheduling yang disepakati. Termasuk dalam kaitan ini adalah tugas menyetorkan nilai mahasiswa pada setiap akhir semester, alhamdulillah selalu bisa saya setorkan ke Fakultas tepat waktu.
Tugas sebagi pembimbing mahasiswa, terutama dalam penulisan skrispsi, saya selalu menyediakan waktu konsultasi kepada mahasiswa bimbingan saya, tidak hanya pada jam kantor, di rumah atau ketemu di jalan pun saya layani. Ini saya jalankan sebagai bagian dari tanggungjawab saya sebagai dosen pembimbing.
Semua tugas pekerjaan kantor terutama yang terkait dengan penugasan sebagai panitia kegiatan kampus secara ad hoc, alhamdulillah semua bisa saya laksanakan secara baik dan dan penuh tanggungjawab.

Keteguhan pada prinsip :
Selama menjalankan tugas di institusi, saya selalu berusaha menjalankannya dengan sepenuh hati serta mentaati prinsip-prinsip yang berlaku. Sekali saya menyatakan sanggup dalam melaksanakan tugas, selama itu pula loyalitas, dedikasi saya curahkan dengan sepenuh hati. Mungkin orang pernah mendapati saya “keras kepala”, terutama dalam hal memegang prinsip serta berkaitan dengan produktifitas serta target kerja. Sekalipun begitu, dalan setiap kesempatan bergaul saya selalu berusaha bersifat “cool” dan berusaha menerima masukan bahkan kritikan yang “pedas” sekalipun dari perbagai pihak.

E. Peningkatan Kualitas Kegiatan Mahasiswa :
E.1. Berikan contoh nyata peran Saudara sebagai dosen, berupa kegiatan atau pemikiran dalam meningkatkan kualitas kegiatan kemahasiswaan dan dukungan institusi terhadap implementasinya.

Deskripsi:
- Terhitung sejak Pebruari 2004 s/d April 2008 selain sebagai dosen di jurusan Tafsir Hadits Fakultas Ushuluddin, oleh Rektor IAIN Walisongo saya diberi tambahan tugas baru sebagai dosen Bina SKK Institut dengan tugas utama mendampingi berbagai kegiatan kemahasiswaan, terutama yang terkait dengan persoalan organisasi, intelektualitas serta bakat minat mahasiswa. Kesempatan sebagai dosen Bina SKK Institut inilah yang memungkinkan saya bisa berperan aktif dalam menyumbangkan gagasan maupun meningkatkan kualitas kegiatan kemahasiswaan di lingkungan IAIN Walisongo.
- Inilah tabel dari beberapa kegiatan yang pernah saya lakukan :

Bidang Peran yang pernah dilakukan Dukungan Institusi dlm Implementasi
Organisasi Pada tahun 2004 bersama dengan tokoh-tokoh mahasiswa dan anggota tim yang lain, kami berhasil merumuskan tata aturan baru organisasi kemahasiswaan di IAIN Walisongo, yang aturan ini kemudian menjadi pedoman organisasi intra kampus di lingkungan IAIN Walisongo. Pimpinan IAIN memberikan dukungan penuh atas usaha ini, terbukti dengan dengan dikeluarkannya SK Rektor No. 3 & 4 tahun 2005 yang mengatur Aturan Umum Organisasi dan Aturan Pelaksanaan Organisasi Kemahasiswaan.
Pada akhir 2007, karena ada edaran SK Dirjen Pendis tentang tata aturan baru kegiatan mahasiswa PTAI yang dgn SK tersebut mengharuskan semua organisasi kemahasiswaan di lingkungan PTAI harus menyesuaikannya, bersama tokoh-tokoh mahasiswa dan anggota tim yg lain, kami juga berhasil merumuskan aturan baru sebagai tindaklanjut dari edaran Dirjen tersebut sekaligus sebagai revisi atas SK Rektor No. 3 & 4 tahun 2005, yang dengan aturan ini semua organisasi intra kampus di IAIN Ws wajib mempedomaninya. Pimpinan IAIN juga memberikan dukungan penuh atas usaha ini, terbukti dengan dengan dikeluarkannya SK Rektor No. 9 tahun 2008 yang mengatur Aturan Umum Organisasi dan Pelaksanaan Organisasi Kemahasiswaan di lingkungan IAIN Walisongo.
Intelektual Pada tahun 2005 s/d 2006 Saya diberi tugas mengawal Tim diskusi mahasiswa Walisongo yang diberi tugas utk berpartisipasi aktif dalam program “Diskusi Mahasiswa Jawa Tengah” yang disiarkan seraca “live” oleh TVRI Semarang, kegiatan ini merupakan kerjasama Dinas P&K Jateng, TVRI Jateng dan 7 PTN/PTS ternama di Jateng (Undip, Unnes, IAIN Ws, Unika, UKSW, UNS, Unsoed). Pimpinan IAIN Walisongo mendukung penuh kegiatan ini terbukti dengan memberikan berbagai fasilitas yang dibutuhkan serta dukungan finansial yang diperlukan.
Untuk merangsang kreatifitas dan intelektualitas mahasiswa saya mengusulkan kepada pimpinan IAIN untuk memberikan reward kepada setiap mahasiswa yang berhasil menulis artikel yang dimuat di media massa maupun mampu mengukir prestasi/kejuaran baik dalam scala lokal, daerah,maupun nasional. Pimpinan IAIN memberikan apresisi penuh atas usulan ini dengan menyediaan anggaran khusus sebagai penghargaan atas penulisan artikel mahasiswa yg dimuat di media massa dan penghargaan atas prestasi/ kejuaraan yang diperoleh mahasiswa di berbagai level tingkatan.
Workshop Mahasiswa Sejak tahun 2004, saya terus berusaha meningkatkan anggaran bidang kemahasiswaan terutama yang terkait dengan kegiatan “workshop”. Hasilnya menggembirakan, karena sejak 2005 ada kenaikan anggaran maupun jumlah workshop yang diperoleh bidang kemahasiswaan secara signifikan (2005 : 5 keg workshop, 2006 : 10 keg. Workshop, 2007 : 15 keg. Workshop, 2008 : 20 kegiatan workshop bidang kemahasiswaan). Rektor IAIN Walisongo memberikan dukungan penuh atas berbagai inisiatif yang kami usulkan guna meningkatkan kualitas maupun kuantitas kegiatan kemahasiswaan.
MTQ Mahasiswa Sejak tahun 2005, saya berperan aktif dlm mendesain awal dan menggodok calon kontingen mahasiswa IAIN Walisongo yang akan berlaga pada event MTQ Mahasiswa Jawa Tengah yang meliputi kontingen tilawah (pa+pi), hafidz-hafidhoh, mufassir al-Qur’an (pa+pi). Hasilnya al-hamdulillah, sejak MTQ Mahasiswa Jawa Tengah 2005 s/d 2008 IAIN Walisongo Semarang selalu mendapat predikat sebagai juara umum MTQ Mahasiswa se-Jawa Tengah. Pimpinan IAIN memberikan apresisi penuh atas kegiatan ini diantaranya melalui penyediaan dana mulai dari seleksi awal calon kontingen, workshop khusus kontingen MTQ, TC kontingen, sampai penyediaan sarana prasana serta fasilitas bagi kontingen dan Tim MTQ Mahasiswa. Hasilnya, IAIN Walisongo sejak 2005 – 2009 selalu menggondol prestasi juara umum MTQ Mahasiswa se Jawa Tengah.
Bakat Minat Pada tahun 2006, sebagai dosen bina SKK dan pembina pramuka, saya berperan aktif dlm mempersiapkan kontingen pramuka IAIN Walisongo yang akan mengikuti perkemahan Wirakarya Nasional di Padang Sumatra Barat. Pimpinan IAIN memberikan apresisi penuh atas kegiatan ini diantaranya dengan menyediakan biaya yang cukup untuk kegiatan perkemahan Wirakarya di Padang tersebut.
Pada Kegiatan PIONER Mahasiswa PTAI di Bandung pada tahun 2005 maupun di Pontianak Kalbar pada tahun 2007, saya juga berperan aktif dalam mempersiapkan kontingen Walisongo. Dan hasilnya alhmadulillah pada PIONER PTAI Tahun 2007 di Pontianak IAIN Walisongo berhasil menggondol predikat “juara umum” tingkat nasional mengalahkan UIN Jakarta dan UIN Malang. Pimpinan IAIN memberikan apresisi penuh atas kegiatan ini diantaranya melalui penyediaan dana mulai dari seleksi awal calon kontingen, workshop khusus kontingen, TC kontingen, sampai penyediaan biaya tranfortasi, sarana prasana serta fasilitas bagi kontingen dan Tim yang ditugasi.



E.2. Berikan contoh nyata interaksi yang Saudara tunjukkan dalam peningkatan kualitas kegiatan mahasiswa dan manfaat kegiatan baik bagi mahasiswa institusi Saudara, maupun pihak lain yang terlibat.

Deskripsi:
Interaksi dengan mahasiswa :
- Sebagai dosen di Fakultas Ushuluddin, saya selalu berusaha melakukan interaksi dengan mahasiswa secara baik dan komunikatif, terutama yang terkait dengan tugas-tugas tri darma perguruan tinggi. Sebagai contoh, kegiatan perwalian mahasiswa. Sebagai wali mahasiswa saya berusaha menempatkan diri sebagai orang tua mahasiswa yang di kampus, tempat berkonsultasi kegiatan akademik, bahkan sering diajak curhat terhadap persoalan-persoalan pribadi mereka. Semua tugas ini saya lakukan dengan senang hati. Dan Mahasiswa pun senang atas pelayanan saya ini.
- Sebagai pembimbing mahasiswa, baik dalam kegiatan PPL/KKL, KKN maupun penulisan skripsi saya selalu berusaha untuk melaksanakannya dengan penuh tanggungjawab. Bahkan terhadap pembimbingan skripsi, saya menyediakan waktu konsultasi tak terbatas, mareka bisa berkonsultasi di kampus, di kantor, di rumah bahkan ketemu di jalan pun saya layani. Ini saya lakukan karena menyadari bahwa penulisan skrispsi itu adalah tugas terberat mahasiswa selama ini, maka jangan diperberat lagi dengan proses pembimbingan yang diperumit oleh dosen pembimbing yang sulit ditemui.
- Data tentang bebagai kegiatan kemahasiswaan di atas adalah bukti nyata bahwa selama selama 4 tahun sebagai dosen pembina kegiatan kemahasiswaan di Institut saya bisa berkomunikasi, berinteraksi dan bekerjasama dengan berbagai tokoh mahasiswa di lingkungan IAIN Walisongo secara kontinyu dan berhasil guna.

Manfaat kegiatan mahasiswa :
Nama Kegiatan Manfaat Kegiatan
1. Pada tahun 2005 s/d 2006 Saya diberi tugas mengawal Tim diskusi mahasiswa Walisongo yang diberi tugas utk berpartisipasi aktif dalam program “Diskusi Mahasiswa Jawa Tengah” yang disiarkan seraca “live” oleh TVRI Semarang, kegiatan ini merupakan kerjasama Dinas P&K Jateng, TVRI Jateng dan 7 PTN/PTS ternama di Jateng (Undip, Unnes, IAIN Ws, Unika, UKSW, UNS, Unsoed).
- Bagi mahasiswa, kegiatan ini sbg aktualisasi diri dan membangun kumunikasi dg para aktifis mhs dari PTN/PTS se Jawa Tengah.
- Bagi IAIN, kegiatan ini bisa dipakai sbg sosialisasi institusi
2. Untuk merangsang kreatifitas dan intelektualitas mahasiswa saya mengusulkan kepada pimpinan IAIN untuk memberikan reward kepada setiap mahasiswa yang berhasil menulis artikel yang dimuat di media massa maupun mampu mengukir prestasi/kejuaran baik dalam scala lokal, daerah,maupun nasional.
- Bagi mahasiswa reward ini dipandang sebagai kebanggaan sekaligus hadiah atas kreatifiatas mereka
- Bagi IAIN kegiatan semacam ini sbg bukti kepedulian dan tanggungjawab intitusi atas prestasi mhs.
3. Sejak tahun 2004, saya terus berusaha meningkatkan anggaran bidang kemahasiswaan terutama yang terkait dengan kegiatan “workshop”. Hasilnya menggembirakan, karena sejak 2005 ada kenaikan anggaran maupun jumlah workshop yang diperoleh bidang kemahasiswaan secara signifikan (2005 : 5 keg workshop, 2006 : 10 keg. Workshop, 2007 : 15 keg. Workshop, 2008 : 20 kegiatan workshop bidang kemahasiswaan).
- Ajang pengayaan kreatifias, bakat minat, bekal kepemimpinan bagi mahasiswa.
- Bagi IAIN, pengelondoran dana workshop ini adalah untuk Penambahan bekal life skill bagi para mahasiswa.

4. Sejak tahun 2005, saya berperan aktif dlm mendesain awal dan menggodok calon kontingen mahasiswa IAIN Walisongo yang akan berlaga pada event MTQ Mahasiswa Jawa Tengah yang meliputi kontingen tilawah (pa+pi), hafidz-hafidhoh, mufassir al-Qur’an (pa+pi). Hasilnya al-hamdulillah, sejak MTQ Mahasiswa Jawa Tengah 2005 s/d 2008 IAIN Walisongo Semarang selalu mendapat predikat sebagai juara umum MTQ Mahasiswa se-Jawa Tengah.
- Ajang aktualisasi diri, terutama bagi para mahasiswa pecinta qori’ qoriah, hafidz-hafidhoh, mufassir-mufassiroh di IAIN Walisongo.
- Bagi IAIN, adalah sebagai ajang untuk pembibitan kader qori’-qoriah dst & partisipasi kegiatan di tingkat Jawa Tengah.

5. Pada tahun 2006, sebagai dosen bina SKK dan pembina pramuka, saya berperan aktif dlm mempersiapkan kontingen pramuka IAIN Walisongo yang akan mengikuti perkemahan Wirakarya Nasional di Padang Sumatra Barat.
- Bagi mahasiswa, sbg ajang sillaturahmi dan aktualisasi diri
- Bagi IAIN adl sbg bukti partisipasi kegiatan di level nasional.
6. Pada Kegiatan PIONER Mahasiswa PTAI di Bandung pada tahun 2005 maupun di Pontianak Kalbar pada tahun 2007, saya juga berperan aktif dalam mempersiapkan kontingen Walisongo. Dan hasilnya alhmadulillah pada PIONER PTAI Tahun 2007 di Pontianak IAIN Walisongo berhasil menggondol predikat “juara umum” tingkat nasional mengalahkan UIN Jakarta dan UIN Malang.

- Bagi mahasiswa, sbg ajang sillaturahmi dan aktualisasi diri.
- Bagi IAIN adl sbg bukti ukiran prestasi mahasiswa IAIN Walisongo di level nasional.


PERNYATAAN DOSEN :
Saya dosen yang membuat deskripsi diri ini menyatakan bahwa
semua yang saya diskripsikan adalah benar aktivitas saya dan saya sanggup
menerima sanksi apapun termasuk penghentian tunjangan
dan mengembalikan yang sudah diterima apabila pernyataan ini
dikemudian hari terbukti tidak benar.



Semarang, 18 Mei 2010
Dosen Yang Diusulkan,





MOH. MASRUR

Mengesahkan,
Dekan Fak. Ushuluddin





Dr. H. Abdul Muhaya, MA. Mengetahui,
Ketua Jurusan Tafsir Hadits





Dr. A. Hasan Asy’ari U, M.Ag.