Cari Blog Ini

Senin, 11 Oktober 2010

SUMBANGSIH GAGASAN UNTUK MUKTAMAR NU KE-28 DI MAKASSAR 2010

Oleh: Mahsun Mahfudh (Katib Syuriyyah PC NU Kab.Magelang)
1. NU kembali ke khittah 1926 dilatarbelakangi oleh kejenuhan dan kebuntuan politik oleh kekuasaan Orde Baru yang menghegemoni semua lini kehidupan. Artinya sesungguhnya kembali ke khittah 1926 tidak berangkat dari ketulusan para elite NU untuk meninggalkan hingar-bingarnya politik dan kembali kepada umat tetapi karena –untuk tidak menyebut prustasi- kelelahan menghadapi besar dan kuatnya Orde Baru yang “anti NU”. Oleh karena itu tahun 1984 disebut tahun "titik balik" sejarah NU. Indikatornya adalah pertama, setelah rumusan butuir-butir khittah dibuat pada Muktamar 1984 di Situbondo, dipertegas pada Muktamar NU ke-28 di Yogyakarta 1989 dengan merumuskan "Pedoman Berpolitik Warga NU" terdiri dari 9 butir. Setelah itu tidak ada rumusan regulasi praktisnya sehingga "khittah" menjadi barang liar yang bisa ditafsirkan sesuai dengan kepentingan masing-masing elite NU. Kedua, Setelah reformasi para elite NU ikut arus hingar-bingarnya euphoria pasca jatuhnya Orde Baru sebagai musuh bebuyutan. Berdirilah Partai Kebangkitan Bangsa sebagai "pengingkaran" khittah secara tidak disadari (baca Nalar Islam Nusantara, hlm. 313).
2. Sesungguhnya makna khittah adalah "talak tiga" dari politik kekuasaan dan kembali berkhidmat (mengabdi) untuk kepentingan warga NU secara khusus dan bangsa secara umum dalam masalah social kemasyarakatan dan hal lain yang terkait seperti pendidikan, ekonomi, dakwah, kesehatan, dan sebagainya.
3. Selama ini keputusan NU kembali ke Khittah 1926 belum ada manfaatnya kecuali hanya menjadi "tameng pelindung" para elite NU untuk alat justifikasi dalam memperjuangkan ambisi syahwat politiknya dengan adagium "NU tidak ke mana-mana tetapi ada di mana-mana" sebagai tafsir subyektif mereka. Sesungguhnya umat dibikin “bingung” oleh khittah itu sendiri ketika tidak tersosialisasi secara organisasi secara benar tetapi dari mulut-mulut para elite NU sebagai mufassir khittah yang beragam dan cenderung subyektif. Celakanya warga NU menganggap ucapan elite NU yang paling otoritatif ketika bicara pemahaman tentang khittah. Penyebabnya adalah selalu ada perselingkuhan politik, dan tidak ada ketulusan para elite NU untuk benar-benar mengamankan, mensosialisasikan dan mengamalkan khittah itu sendiri.
4. Bahwa fenomena kekalahan JK-Win memalukan itu sangat setuju, tetapi kalau kemudian imbasnya berbahaya bagi kelangsungan hidup NU saya tidak setuju karena politik praktis bersifat sementara berorientasi pada kepentingan jangka pendek: "kekuasaan", sementara NU sesungguhnya adalah organisasi sosial keagamaan yang mempunyai basis masa dan kultur yang telah mengakar. Yang penting adalah para elite NU (Kyai, Gus dan Neng) segera mawas diri bahwa kharisma social-politik Kyai telah runtuh, yang tersisa hanyalah kharisma social-keagamaan dan "perdukunannya".
5. Empat indikator tersebut jelas merugikan. Solusinya: (1) NU bikin satu wadah dengan nama Devisi Politik NU, fungsinya untuk menyuarakan wacana politik NU. (2)Devisi Pengawal Khittah, fungsinya sebagai dewan keamanan NU untuk "jewer" kader NU yang "nakal", kedua Devisi tersebut diisi oleh orang yang melek politik, berwawasan luas, mapan secara ekonomi dan social dan atau yang PNS, tetapi tidak punya syahwat politik praktis.
6. Setuju saja dengan partai berbasis NU, dan harus ada mekanisme kontrol kepada PKB dan PKNU dan sebagainya.
7. Setuju adanya perbaikan system organisasi. Pertanyaannya, kapan NU punya sistem yang baik? Kalau mau ya harus dilakukan gerakan radikal terhadap AD/ART NU.
8. Setuju dan memang itu watak kebanyakan orang NU (suka menerima, tidak suka memberi). Solusinya Calon harus dilakukan fit and proper test oleh tim terdiri dari syuriah+tanfiziah lama+musytasyar lama.
9. Tokoh yang paling pas adalah kader NU yang mempunyai kapabelitas di bidang administrasi dan ilmu keagamaan, berakhlak mulia, bisa diterima di kalangan para ulama dan Kyai Sepuh, survive secara ekonomi dan social, mau bersumpah demi Allah mematikan syahwat kepada politik praktis.
Katib Syuriah
PCNU Kab. Magelang, Jateng.
(MAHSUN MAHFUD, M.Ag.)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar